Sabtu, 29/03/2025 18:12 WIB

Legislator PKS: UU Penanggulangan Bencana Sudah Tak Relevan, Perlu Direvisi

Bencana tidak hanya disebabkan faktor alam, seperti gempa atau erupsi gunung. Salah satu penyebabnya adalah ketidakpatuhan terhadap kajian lingkungan hidup strategis yang disusun pemerintah. Banyak pembangunan yang seharusnya tidak dilakukan di kawasan rawan bencana justru terus berjalan.

Wakil Ketua Komisi X Abdul Fikri Faqih. (Foto: Dok. Parlementaria)

Jakarta, Jurnas.com - Kalangan dewan menilai Undang Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana perlu direvisi.

Menurut Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih, UU tersebut perlu direvisi lantaran banyak aspek dalam regulasi tersebut yang sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini.

"Bencana tidak hanya disebabkan faktor alam, seperti gempa atau erupsi gunung. Salah satu penyebabnya adalah ketidakpatuhan terhadap kajian lingkungan hidup strategis yang disusun pemerintah. Banyak pembangunan yang seharusnya tidak dilakukan di kawasan rawan bencana justru terus berjalan," kata Fikri dalam keterangan resminya, Rabu (26/3).

Hal itu disampaikan Fikri Faqih dalam kunjungan kerjanya ke Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), beberapa waktu lalu.

Politikus PKS ini juga menyoroti Provinsi DIY yang sering disebut sebagai "supermarket bencana" menghadapi beragam ancaman bencana alam, mulai dari gempa bumi hingga erupsi Gunung Merapi yang masih berlangsung.

"Gempa bumi yang melanda Yogyakarta pada tahun 2006 menjadi pengingat bahwa daerah ini sangat rentan terhadap bencana. Selain itu, erupsi Gunung Merapi juga tetap menjadi ancaman nyata. Perubahan iklim yang mempengaruhi intensitas hujan pun berpotensi meningkatkan risiko banjir," jelasnya.

Di samping itu, Fikri juga  menyoroti ketidakjelasan standar penanggulangan bencana yang berbeda-beda antar daerah. Misalnya, standar bangunan hotel yang seharusnya tahan gempa, namun di lapangan banyak yang tidak diuji kelayakannya.

"Kami perlu segera menetapkan standar yang jelas dan konsisten di seluruh daerah, termasuk Yogyakarta agar infrastruktur lebih tahan terhadap bencana," ucapnya.

Soal mitigasi, Fikri menjelaskan tentang pentingnya survei mendalam terkait kebutuhan sistem peringatan dini (early warning system).

Saat ini, BPBD DIY hanya memiliki 11 alat peringatan dini yang dinilai belum cukup untuk mencakup seluruh wilayah.

"Sebelum menentukan jumlah ideal alat peringatan dini, survei yang komprehensif harus dilakukan terlebih dahulu. Setiap kabupaten/kota di DIY membutuhkan alat yang sesuai dengan karakteristik bencananya masing-masing," terangnya.

Fikri juga mengingatkan bahwa masyarakat harus dilatih sejak dini agar siap menghadapi bencana.

"Selain mitigasi, adaptasi juga penting. Masyarakat harus diajarkan cara menghadapi bencana sejak dini, termasuk melalui kurikulum pendidikan. Dengan begitu, mereka tidak panik saat bencana terjadi, tetapi dapat merespons dengan lebih terorganisasi," katanya.

Untuk itu, dia berharap revisi Undang Undang Penanggulangan Bencana dapat segera dibahas agar lebih sesuai dengan tantangan dan dinamika bencana yang terus berkembang.

 

KEYWORD :

Warta DPR Komisi X Abdul Fikri Faqih UU Penanggulangan Bencana revisi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :