Rabu, 16/04/2025 02:36 WIB

Terkesan Tebang Pilih, MAKI Minta Kejagung Perluas Penyidikan Korupsi Pertamina

Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) meminta Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah untuk memperluas penyidikan kasus korupsi Pertamina

Koordinator MAKI Boyamin Saiman (Foto: Ist)

Jakarta, Jurnas.com - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) meminta Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah untuk memperluas penyidikan kasus korupsi Pertamina.

Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, pihaknya menemukan adanya keganjilan akibat tidak ditemukannya tersangka dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), broker importir minyak mentah, dan broker importir BBM yang merugikan negara total sebesar Rp 11,7 triliun.

"Padahal, telah beredar luas dalam masyarakat nama-nama broker minyak mentah dan BBM yang menguasai Pertamina selama kurun waktu 10 tahun sejak 2014," kata Bonyamin, usai memberikan surat kepada Jampidsus, pada Rabu (26/3/2025).

"Di antaranya, FPS alias James, ST, DNW, dan Widodo Ratanachaitong. MAKI meminta jaksa penyidik segera melakukan pemeriksaan terhadap nama-nama tersebut guna menghindari kesan adanya praktik tebang pilih," imbuh dia.

Seperti diketahui, berdasarkan Siaran Pers Kapuspenkum Kejaksaan Agung RI, Nomor: PR-169/101/K.3/Kph.3/02/2025, tertanggal 25 Februari 2025, penyidik telah menetapkan 7 (tujuh) tersangka dalam perkara ini, yakni Riva Siahaan, Sani Dinar Saifuddin, Yoki Firnandi, Agus Purwono, Muhammad Kerry Adrianto Riza, Dimas Werhaspati, dan Gading Ramadhan Joedo. Menyusul kemudian, ditetapkan tersangka atas nama Maya Kusmaya dan Edward Corne.

Boyamin mengatakan, kesembilan tersangka dituduh melakukan dugaan korupsi pada kegiatan blending di depo milik PT Orbit Terminal Merak dan me-mark up kontrak shipping transportasi minyak mentah.

Sehingga, negara mengeluarkan fee sebesar 13 s.d. 15 persen secara melawan hukum di mana tersangka Muhammad Kerry Andrianto Riza, selaku beneficial owner PT Navigator Katulistiwa, disebut mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut.

Lebih lanjut, Bonyamin menambahkan, adanya dalil yang tidak logis dari Kejagung bahwa telah terjadi kerugian negara pada tahun 2023 atas kebijakan pemerintah dalam pemberian kompensasi dan pemberian subsidi dengan kerugian negara total dinyatakan sebesar Rp 147 triliun.

"Ternyata para tersangka tidak memiliki kewenangan untuk mengambil kebijakan pemberian kompensasi dan pemberian subsidi. Kejaksaan Agung harus memberikan klarifikasi kepada masyarakat soal ini," kata dia.

Selain itu, Maki juga menemukan adanya dugaan mark up diatas 30 persen dalam kontrak shipping (pengiriman) pada PT Pertamina International Shipping, yang melibatkan lima perusahaan pelayaran, yakni PT SMT Tbk, PT SOL, PT AS, PT WSHI, dan PT BSTA, yang memiliki kekuatan armada sebanyak 40 (empat puluh) kapal.

Karenanya, Boyamin menyebutkan, Kejagung perlu memberikan penjelasan kepada masyarakat lebih terang benderang, tentang hubungan kerugian negara sebesar Rp 193,7 triliun yang terdiri dari lima komponen itu dengan peran dan perbuatan para tersangka, sehingga tergambar niat jahat dan kecukupan alat bukti, serta terpenuhinya unsur-unsur tindak pidana korupsi, sesuai yang dipersangkakan terhadap para tersangka.

"Lima komponen kerugian negara tersebut ternyata tidak ada kaitannya dengan urusan blending dan mark up kontrak shipping transportasi minyak mentah," kata Bonyamin.

"Penyidik perlu memperluas dengan menjerat cluster yang lebih besar untuk mendapatkan fakta terang adanya dugaan korupsi tata kelola minyak mentah subholding Pertamina, sekaligus menjerat tersangka yang sebenarnya," dia menambahkan.

 

KEYWORD :

Kejagung MAKI Korupsi Pertamina




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :