
Kantor redaksi Tempo kembali mendapatkan kiriman bangkai hewan, sebelumnya paket kepala babi, kali ini kotak berisi bangkai tikus yang dipenggal (Foto: Ist)
Jakarta, Jurnas.com - Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) mengecam kekerasan dan intimidasi terhadap media dan jurnalis yang trenya dalam dua pekan terakhir ini semakin meningkat dan mengkhawatirkan. AMSI menilai, jika pemerintah tidak segera mengungkap pelaku dan mengambil tindakan hukum, maka kebebasan pers di Indonesia akan semakin terancam, sulit diperbaiki.
Serangkaian kekerasan fisik, serangan digital, dan intimidasi terjadi terutama saat jurnalis meliput aksi protes mahasiswa mengenai pengesahan revisi UU TNI Nomor 34 Tahun 2004. Insiden ini terjadi di berbagai wilayah, termasuk Jakarta, Surabaya, Sukabumi, Bandung, dan Malang, menambah rasa tidak aman akan keselamatan para jurnalis.
“Serangkaian insiden ini merupakan upaya sistematis untuk membungkam media dan jurnalis, agar tidak lagi memberitakan kesalahan dan pelanggaran yang terjadi di sekeliling kita,” kata Ketua Umum AMSI Wahyu Dhyatmika, dalam siaran pers diterima Jurnas.com, Jumat (28/3).
“Jika dibiarkan, maka era pers bebas yang diperjuangkan pada era Reformasi 1998, akan lenyap, berganti menjadi pers yang hanya melaporkan narasi tunggal pemerintah,” kata Wahyu Dhyatmika menambahkan.
Sebelumnya, pada 20 Maret 2025, AMSI menerima sejumlah laporan mengenai beberapa jurnalis di Jakarta, termasuk IDN Times dan Suara Mahasiswa UI, menjadi korban pemukulan saat meliput demonstrasi terkait pengesahan UU TNI. Di Surabaya, dua jurnalis dari BeritaJatim.com dan Suara Surabaya dipaksa menghapus foto dan video yang merekam kekerasan aparat terhadap demonstran.
Pada 24 Maret 2025, tiga jurnalis dari Kompas.com, DetikJabar, dan VisiNews juga mengalami intimidasi di Sukabumi dan Bandung. Kekerasan serupa terjadi di Malang, di mana delapan jurnalis pers mahasiswa menjadi sasaran aparat yang melarang mereka merekam kekerasan terhadap mahasiswa yang menolak keputusan DPR dan pemerintah tersebut.
Sebelumnya, pada 19 Maret 2025, kantor Tempo di Jakarta, menerima kiriman kepala babi yang ditujukan pada salah satu jurnalisnya, disertai pesan ancaman ke akun Instagram Tempo, untuk tidak lagi memberitakan berbagai informasi yang kritis terhadap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Tak lama kemudian, akun Whatsapp milik keluarga jurnalis Tempo, diserang secara digital. Teror berlanjut tiga hari berikutnya dengan kiriman paket berisi enam tikus tanpa kepala.
AMSI menilai serangkaian intimidasi, serangan digital dan kekerasan yang menimpa perusahaan media dan jurnalis di Indonesia, dalam dua pekan terakhir, telah mencapai titik yang mengkhawatirkan. Kondisi ini menebar ketakutan, rasa tidak aman, dan memicu self censorship di kalangan redaksi media.
Sebagai negara demokratis, Indonesia memiliki Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menjamin kemerdekaan pers. Jika ada pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan, tersedia mekanisme hak jawab, hak koreksi, dan mediasi melalui Dewan Pers sebagai jalur penyelesaian yang beradab, tanpa kekerasan.
Sekjen AMSI, Maryadi, menegaskan bahwa tindakan intimidasi dan kekerasan fisik tak dapat dibenarkan dalam sistem demokrasi yang sehat.
“Kejelasan dan transparansi dalam penegakan hukum akan menjadi faktor krusial dalam mencegah eskalasi lebih lanjut dan memberikan rasa aman bagi jurnalis serta pelaku industri media,” kata Maryadi.
AMSI pun mendorong agar polisi mengusut tuntas dan mengungkap pelaku intimidasi dan kekerasan yang menimpa jurnalis di berbagai daerah, dan mengungkap dalang pengiriman bangkai ke kantor Tempo.
AMSI juga mendorong Pemerintah agar menjamin keamanan jurnalis dan pekerja media yang berpotensi menjadi sasaran intimidasi dan kekerasan.
Perusahaan media juga direkomendasikan untuk memperkuat sistem keamanan digital dan memastikan keselamatan jurnalis di lapangan. Sebagai organisasi yang menaungi 400 lebih perusahaan media siber di Indonesia, AMSI berkomitmen untuk terus mendukung anggotanya dalam menghadapi masa yang sulit ini.
KEYWORD :AMSI Kekerasan Intimidasi Perusahaan Media Jurnalis