
Ketua Komisi Fatwa MUI, KH. DR. Asrorun Niam Sholeh. (Foto Istimewa)
Jakarta, Jurnas.com - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh mengajak seluruh umat Islam di Indonesia untuk tetap memiliki integritas diri sebagai hasil dari ibadah Ramadhan.
"Idul Fitri merupakan sebuah inaugurasi atas kesucian diri, setelah penempaan mental spiritual kita secara pribadi, menjadi pribadi dengan keimanan kuat, keyakinan kokoh, dan hati yang bersih," kata Niam dalam khotbah Shalat Idul Fitri 1446 Hijriah di halaman Masjid Baitul Hasib BPK RI, Jakarta, Senin, 31 Maret 2025.
Niam menyampaikan bahwa integritas diri setelah Ramadhan harus tercermin dalam tiga aspek utama, yaitu menjaga lisan, menegakkan kejujuran dan kedisiplinan, serta menjauhi hal-hal yang syubhat dan melanggar etika.
Ia menggarisbawahi pentingnya menjaga lisan, karena keselamatan seseorang sangat bergantung pada kemampuannya dalam mengendalikan ucapan. Dalam konteks digital, hal ini juga berarti berhati-hati dalam menyebarkan informasi di media sosial agar tidak terjebak dalam hoaks, fitnah, atau ujaran kebencian.
"Keselamatan seseorang sangat bergantung pada kemampuannya menjaga lisan," ungkapnya.
Selain menjaga lisan, Niam menekankan komitmen terhadap kejujuran. Menurutnya, kejujuran adalah fondasi utama dalam membangun kepercayaan dan kebaikan dalam kehidupan bermasyarakat, dimana ibadah puasa melatih kejujuran seseorang, karena hanya Allah dan dirinya yang mengetahui kesungguhan ibadah tersebut.
"Kejujuran adalah kunci kepercayaan. Tanpa kejujuran, kita kehilangan fondasi utama dalam membangun kehidupan yang bermartabat," ujarnya.
Niam juga menyoroti pentingnya sikap wara’, yaitu menjaga diri dari hal-hal yang syubhat atau meragukan. Dalam kehidupan sehari-hari, sikap ini dapat diterapkan dalam konsumsi makanan dengan memastikan kehalalan produk serta dalam pengambilan keputusan yang menghindari ketidakpastian dan pelanggaran etika.
Ia juga mengingatkan bahwa Idul Fitri bukan sekadar momen kemenangan, tetapi juga titik tolak untuk mempertahankan kualitas diri yang telah dibentuk selama Ramadhan.
"Komitmen integritas diri kita diuji, sejauh mana kemauan, kemampuan, dan keberanian kita untuk mengakui kesalahan, bertaubat, dan kemudian memberi maaf kepada orang lain, sekalipun orang lain tidak memintanya," ujarnya.
Dengan berakhirnya bulan Ramadhan, Niam berharap nilai-nilai yang telah ditanamkan selama sebulan penuh dapat terus dijaga dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
MUI Majelis Ulama Indonesia Integritas Bulan Ramadhan