
Gedung Bank Indonesia (Wikipedia)
Jakarta, Jurnas.com - Bank Indonesia (BI) bakal pantau dampak kebijakan tarif impor yang diterapkan Amerika Serikat (AS) terhadap Indonesia sebesar 32%.
Pemantauan ini dilakukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah gejolak pasar keuangan global.
Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso menyampaikan, pasar keuangan global saat ini bergerak dinamis.
Arus Balik 2025, Tiket Kereta Diskon 25 Persen
Pasar saham mengalami pelemahan dan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) turun hingga menyentuh level terendah sejak Oktober 2024.
“BI secara konsisten berada di pasar spot untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Kami melakukan intervensi melalui instrumen domestic non-delivery forward (DNDF), pasar spot, dan pasar surat berharga negara (SBN),” ujar Ramdan.
Satu Juta Pemudik Belum Balik ke Jakarta
BI berharap melalui strategi intervensi ini, ekspektasi pelaku pasar terhadap ekonomi Indonesia tetap positif.
“BI tetap berkomitmen menjaga stabilitas nilai tukar rupiah melalui optimalisasi strategi triple intervention demi memastikan kecukupan likuiditas valuta asing untuk perbankan dan dunia usaha, serta menjaga kepercayaan pasar,” tambahnya.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengumumkan pemberlakuan tarif dasar sebesar 10% untuk seluruh impor ke AS. Beberapa negara mitra dagang, termasuk Indonesia, dikenai tarif lebih tinggi sebagai bentuk balasan terhadap bea masuk atas produk-produk AS.
Salah satu pendiri Indef yang juga Guru Besar Ekonomi Institut Pertanian Bogor (IPB) Didin S Damanhuri memprediksi kebijakan tarif impor Donald Trump ini akan memberikan tekanan tambahan terhadap nilai tukar rupiah yang berpotensi melemah hingga menembus level Rp 17.000.
KEYWORD :tarif resiprokal Donald Trump Bank Indonesia