Senin, 21/04/2025 14:05 WIB

Mengenal 5 Upacara Adat Sulawesi Tengah serta Tujuannya

Berikut ini lima upacara adat paling ikonik di Sulteng yang bukan hanya mencerminkan kekayaan tradisi, tetapi juga menjadi cermin nilai spiritual dan filosofi hidup masyarakat setempat.

Upacara adat Baliya Jinja di Palu, Sulawesi Tengah, ritual pengobatan bersifat non medis yang sudah dikenal masyarakat Suku Kaili sejak ratusan tahun lamanya (Foto: Kementerian Kebudayaan)

Jakarta, Jurnas.com - Hari ini, 13 April 2025, Sulawesi Tengah (Sulteng) resmi berusia 61 tahun, setelah ia dimekarkan dari Provinsi Sulawesi Utara-Tengah pada 13 April 1964. Sulteng bukan hanya dikenal karena keindahan Laut Donggala atau jejak 15 kerajaannya—7 di timur dan 8 di barat. Lebih dari itu, provinsi ini juga menyimpan kekayaan budaya yang terus hidup melalui berbagai upacara adat yang sarat makna.

Dikutip dari laman Pemprov Sulteng, dengan luas wilayah 61.841,29 km² dan populasi hampir 3 juta jiwa, Sulteng merupakan provinsi terluas di Pulau Sulawesi dan memiliki jumlah penduduk terbanyak kedua setelah Sulawesi Selatan. Tak heran jika keberagaman budaya di provinsi ini begitu kuat dan dinamis, termasuk upacara adatnya.

Lantas, upacara adat Sulteng apa saja yang masih lestari? Mengutip berbagai sumber, berikut ini lima upacara adat paling ikonik di Sulteng yang bukan hanya mencerminkan kekayaan tradisi, tetapi juga menjadi cermin nilai spiritual dan filosofi hidup masyarakat setempat.

1. Upacara Malabot Tumpe

Dilaksanakan oleh masyarakat Banggai, upacara Malabot Tumpe adalah ungkapan syukur atas panen telur burung maleo (Macrocephalon maleo), burung endemik Sulawesi yang dihormati karena telurnya yang besar dan secara ekonomi bernilai tinggi.

Tradisi ini bukan sekadar seremoni panen, tetapi juga bentuk penghormatan kepada alam dan kekuatan ilahi yang dianggap memberikan rezeki. Dalam prosesi ini, telur maleo diserahkan kepada tokoh adat sebagai simbol keberkahan dan harmoni dengan alam.

2. Upacara Nompudu Valaa Mpuse

Upacara yang berasal dari masyarakat Palu ini berakar pada keyakinan bahwa tembuni (plasenta) memiliki hubungan spiritual dengan bayi. Nompudu Valaa Mpuse dilakukan segera setelah kelahiran sebagai bentuk pemisahan yang sakral antara bayi dan tembuni agar bayi tumbuh sehat dan terlindungi dari gangguan gaib.

Prosesi ini menunjukkan betapa dalamnya penghargaan masyarakat lokal terhadap fase kehidupan dan transisi spiritual yang menyertainya.

3. Upacara Ratompo Ratompo

Ritual ini merupakan bagian dari prosesi adat yang dilakukan oleh keturunan bangsawan Sulawesi Tengah, biasanya setelah seorang gadis mengikuti upacara Mancumani—penanda bahwa ia telah dewasa secara sosial dan siap menjalani peran di komunitas.

Ratompo Ratompo memperlihatkan bagaimana struktur sosial tradisional masih memberi tempat penting pada simbolisme status dan kedewasaan perempuan.

4. Upacara Rakeho

Dilakukan oleh Suku Kulawi, Rakeho adalah upacara sakral yang menandai peralihan dari remaja ke dewasa. Dalam prosesi ini, gigi depan bagian atas dan bawah diratakan hingga sejajar dengan gusi. Ritual ini dianggap sebagai bentuk permohonan perlindungan dan penyeimbang emosi, khususnya dalam kehidupan berumah tangga.

Menariknya, Rakeho tidak terikat waktu dan hanya dilakukan ketika orang tua mampu melaksanakannya, menjadikannya sangat personal sekaligus sakral.

5. Upacara Baliya Jinja

Sebelum dunia medis hadir, masyarakat Suku Kaili menggantungkan harapan kesembuhan pada upacara Baliya Jinja. Dipimpin oleh seorang Tina Nu Baliya, ritual ini menggabungkan doa, musik, dan nyanyian untuk memohon petunjuk penyembuhan dari leluhur.

Baliya Jinja bukan hanya metode penyembuhan, tetapi juga ruang spiritual untuk memperkuat hubungan manusia dengan leluhur, komunitas, dan alam semesta.

Itulah beberapa informasi mengenai lima upacara adat Sulteng yang paling ikonik serta tujuannya. Semoga bermanfaat, menambah wawasan. (*)

KEYWORD :

Upacara Adat Sulawesi Tengah HUT Sulteng Baliya Jinja




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :