
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi NasDem, Rudianto Lallo. (Foto: Dok. Ist)
Jakarta, Jurnas.com - Terungkapnya dugaan skandal suap dan gratifikasi senilai Rp60 miliar yang melibatkan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, tiga hakim, dua pengacara korporasi eksportir CPO, dan seorang panitera, terkait vonis lepas perkara korupsi minyak kelapa sawit periode 2021-2022, mengguncang lembaga peradilan Indonesia.
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi NasDem, Rudianto Lallo, menyatakan keprihatinan mendalam dan mendesak Mahkamah Agung (MA) untuk melakukan reformasi total guna memulihkan kepercayaan publik yang kian terkikis.
Hakim Perkara Tom Lembong Diganti, Ini Sebabnya
"Kepercayaan masyarakat terhadap hukum dan peradilan kini berada di titik nadir. Skandal suap sebesar Rp60 miliar ini bukan hanya mencoreng, tetapi telah merobek-robek marwah lembaga peradilan kita," ujar Rudianto Lallo, Senin (14/4).
Dia menyoroti bagaimana praktik kotor jual beli putusan telah menggerogoti fondasi keadilan. Penetapan tujuh tersangka, termasuk aparat penegak hukum di berbagai tingkatan, dalam kasus vonis lepas korupsi ekspor CPO, menurutnya, adalah bukti nyata bahwa sistem peradilan sedang sakit parah.
"Selama ini kita terus mengingatkan pentingnya integritas hakim dan putusan yang berlandaskan keadilan. Namun, apa yang terjadi dalam kasus ini justru sebaliknya. Uang haram diduga kuat telah membeli keadilan, dan ini sangat melukai rasa keadilan masyarakat," tegasnya.
Lebih lanjut, Rudianto Lallo mengapresiasi langkah Kejaksaan Agung dalam mengungkap kasus ini, namun ia menekankan bahwa pengusutan tidak boleh berhenti pada tujuh tersangka yang telah ditetapkan.
Ia mendesak agar Kejaksaan Agung mendalami lebih jauh kemungkinan adanya keterlibatan pihak lain, termasuk di lingkungan Mahkamah Agung, yang mungkin turut menikmati hasil suap dari korporasi PT Permata Hijau Group, PT Wilmar Group, dan PT Musim Mas Group.
"Kita memberikan apresiasi kepada Kejagung, namun kami juga menuntut agar kasus ini diusut tuntas tanpa pandang bulu. Jika ada indikasi keterlibatan oknum di MA, jangan ragu untuk diungkap! Ini adalah kesempatan emas untuk membersihkan `sarang laba-laba` korupsi di peradilan," serunya.
Rudianto Lallo menegaskan bahwa satu-satunya cara untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan adalah dengan melakukan reformasi total di Mahkamah Agung.
Langkah-langkah konkret seperti evaluasi ketat terhadap rekrutmen, promosi, dan penempatan hakim, serta pengawasan yang lebih efektif, harus segera diimplementasikan.
"Mahkamah Agung tidak bisa lagi berdiam diri. Skandal ini adalah panggilan darurat untuk melakukan pembenahan besar-besaran. Evaluasi penempatan hakim di pengadilan-pengadilan strategis, terutama yang menangani kasus korupsi, harus dilakukan secara transparan dan akuntabel. Hanya dengan hakim-hakim berintegritas tinggi, kepercayaan publik bisa perlahan pulih," pungkas Rudianto Lallo.
Komisi III DPR RI menyatakan akan terus mengawasi perkembangan kasus ini dan mendorong Mahkamah Agung untuk mengambil langkah-langkah nyata dalam mewujudkan peradilan yang bersih dan berwibawa demi tegaknya hukum di Indonesia.
Sebelumnya Kejagung menetapkan total tujuh orang tersangka dalam kasus suap dan gratifikasi terkait vonis lepas di perkara korupsi persetujuan ekspor minyak kelapa sawit periode 2021-2022.
Ketujuh tersangka itu Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta, pengacara Marcella Santoso dan Ariyanto, Panitera Muda PN Jakut Wahyu Gunawan. Kemudian ketiga Majelis Hakim pemberi vonis lepas yakni Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom .
Terdapat bukti pemberian suap sebesar Rp60 miliar dari Marcella Santoso dan Ariyanto selaku pengacara korporasi PT Permata Hijau Group, PT Wilmar Group dan PT Musim Mas Group.
KEYWORD :
Warta DPR Komisi III Rudianto Lallo suap Hakim Mahkamah Agung MA