
PT Bali Ragawisata Digugat Enam Perkara Pailit. (Foto; Jurnas/Ilustrasi/Ist).
Jakarta, Jurnas.com- Manajemen PT Bali Ragawisata (PT BRW) menegaskan pihaknya akan menghadapi semua proses hukum dengan penuh ketaatan dan kepatuhan. Dalam persidangan di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, perusahaan ini menuai enam gugatan perkara pailit dan salah satunya diajukan oleh pemegang saham dari PT BRW, Lily Bintoro.
Sebagai upaya restrukturisasi utang, PT BRW mencapai kesepakatan homologasi berdasarkan Putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Februari 2021. Dalam putusan tersebut telah memerintahkan PT BRW untuk melunasi utangnya kepada para kreditor separatis (utang bank) dan kreditor lainnya dengan cara menjual aset-asetnya dalam jangka waktu 5 tahun sejak putusan berlaku.
Sementara itu persidangan gugatan pailit kepada PT BRW saat ini telah dilakukan sejak Rabu (16/04/2025) dengan menyidangkan perkara perdana atas nama pemohon Ryo Okawa (Perkara No. 22). Lalu lima perkara selanjutnya digelar pada Kamis (17/04/2025). Lima perkara tersebut diajukan oleh Lily Bintoro, yang juga merupakan salah satu pemegang saham PT BRW dan PT Bhumi Cahaya Mulia dengan berkas perkara No. 18, CV Dwi Putu Kassirano (Perkara No. 19), Simon Chang (Perkara No. 20), PT Pilar Garba Inti 9 (Perkara No. 21), serta PT Tata Mulia Nusantara Indah, PT Karya Intertek Kencana, dan PT Karya Makmur Integra (Perkara No. 23).
"Sebagai pihak berperkara kami selalu berusaha untuk patuh dan taat terhadap proses hukum yang dijalani saat ini. Sejauh ini kami sudah berusaha menjalankan homologasi PKPU agar bisa terlaksana dengan baik," kata legal internal PT BRW, Rahmaddiar Ibrahim, dalam keterangannya kepada media melalui komunikasi secara daring, baru-baru ini.
Pengajuan pembatalan perdamaian ini, dimana salah satunya diajukan oleh Lily Bintoro, salah satu pemegang saham PT BRW, berkaitan dengan terkendalanya pemenuhan putusan homologasi yang diterbitkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Februari 2021 atas upaya restrukturisasi utang PT BRW di Tahun 2024. Putusan homologasi itu telah memerintahkan PT BRW untuk melunasi utangnya kepada para kreditor separatis (utang bank) dan kreditor lainnya dengan cara menjual aset-asetnya dalam jangka waktu 5 tahun sejak putusan berlaku. Putusan homologasi itu terjadi setelah menjalani proses persidangan PKPU yang diajukan oleh PT Inovasi Cahaya Teknologi Abadi, serta kreditor-kreditor lain bernama PT Citra Surya Mandala dan PT Bhumi Cahaya Mulia.
Rahmaddiar menjelaskan setelah diterbitkannya putusan homologasi, PT BRW selanjutnya melakukan perubahan struktur kepengurusan. Triono Juliarso Dawis menggantikan Saiman Ernawan sebagai Direktur Utama PT BRW pada tahun 2021. Di bawah kepemimpinan Triono Juliarso Dawis, pihak PT BRW berkomitmen untuk terus melakukan kewajiban pembayaran kepada para kreditur dalam rangka mematuhi perintah putusan homologasi.
“Demi memenuhi perintah pengadilan, PT BRW telah menjual beberapa aset tanah dan bangunan. Proses penjualannya saat itu dilakukan pada masa Covid-19, dimana permintaan properti sedang menurun dan daya beli masyarakat sedang melemah,” jelasnya melalui komunikasi daring.
Ia menyadari penjualan aset pada masa itu dilakukan karena adanya itikad perusahaan untuk melakukan pembayaran utang kepada para kreditor PT BRW sesuai prosedur yang berlaku dengan harga wajar pada saat itu. “Dalam hal ini kami tetap berpedoman pada penilaian KJPP/appraisal, ketentuan-ketentuan dalam Putusan Homologasi, serta sudah melalui banyak penawaran dari berbagai calon pembeli,” katanya melalui komunikasi daring.
Namun demikian, Rahmaddiar mengatakan upaya PT BRW melakukan penjualan aset tanah dan bangunan dalam rangka melakukan pembayaran utang kepada para kreditornya selalu mendapat halangan atau rintangan dari Saiman Ernawan, salah satu pemegang saham PT BRW dan mengaku memiliki tagihan kepada PT BRW sebesar kurang lebih Rp. 1,3 Trilliun, serta pernah menjabat sebagai direktur utama PT BRW sampai dengan tahun 2021 sebelum akhirnya digantikan oleh Triono Juliarso Dawis.
Pada tahun 2024, Saiman Ernawan mengajukan gugatan perdata kepada PT BRW pada Pengadilan Negeri Denpasar serta mengajukan permohonan pemblokiran terhadap aset tanah dan bangunan milik PT BRW. Konsekuensinya, kata dia, hal itu menyebabkan PT BRW tidak dapat melakukan penjualan aset tanah dan bangunan yang diperlukan.
KEYWORD :Bali Ragawisata Perkara pembayaran utang