Kamis, 24/04/2025 06:50 WIB

Mengenal Konklaf, Proses Pemilihan Paus di Balik Pintu Tertutup Vatikan

Wafatnya Paus Fransiskus menandai dimulainya salah satu tradisi paling sakral dan penuh misteri di Vatikan, yakni konklaf, atau proses pemilihan paus baru.

Ilustrasi - Mengenal Konklaf, Proses Pemilihan Paus di Balik Pintu Tertutup Vatikan (Foto: Sistine Chapel)

Jakarta, Jurnas.com - Dunia Katolik berduka, Paus Fransiskus, pemimpin spiritual umat Katolik sedunia, wafat pada usia 88 tahun. Wafatnya Paus Fransiskus menandai dimulainya salah satu tradisi paling sakral dan penuh misteri di Vatikan, yakni konklaf, atau proses pemilihan paus baru.

Mengutip laman Sistine Chapel, konklaf merupakan prosesi spiritual, diplomatik, dan historis yang berlangsung secara (susana) rahasia di jantung Vatikan—Kapel Sistina, di bawah lukisan megah Michelangelo. Dalam bahasa Latin, conclave berarti "dengan kunci", merujuk pada proses tertutup di mana para kardinal dikunci di dalam kapel hingga seorang paus baru terpilih.

Proses konklaf dimulai 15 hingga 20 hari setelah wafatnya paus. Para kardinal berkumpul di Vatikan dan mengikuti misa khusus sebelum memasuki Kapel Sistina. Setelah seruan extra omnes—yang berarti “semua orang keluar”—disampaikan, hanya para kardinal pemilih, dokter, dan beberapa petugas yang tersisa. Pintu kapel dikunci dari dalam.

Seluruh proses ini dibalut kerahasiaan mutlak. Para kardinal dilarang membawa ponsel, tidak ada akses internet, surat kabar, atau kontak luar. Kapel bahkan disterilkan dari perangkat penyadap. Mereka menginap di Casa di Santa Marta, hostel khusus di dalam kompleks Vatikan yang juga menjadi tempat tinggal Paus Fransiskus selama 12 tahun terakhir.

Setiap kardinal diberikan kartu suara bertuliskan eligo in summum pontificem (Saya memilih sebagai paus tertinggi). Nama calon ditulis dengan tangan, kartu dilipat, dan dimasukkan ke dalam piala suci. Untuk terpilih, seorang calon harus meraih mayoritas dua pertiga suara.

Voting berlangsung dua kali sehari. Jika setelah sembilan hari tidak tercapai konsensus, dua kandidat dengan suara terbanyak akan masuk putaran final. Dalam sejarah modern, konklaf berlangsung relatif cepat. Tahun 2013, Paus Fransiskus terpilih dalam lima putaran suara hanya dalam 27 jam. Konklaf 2005 bahkan hanya memakan waktu 24 jam.

Setelah setiap sesi pemungutan suara, surat suara dibakar. Asap yang keluar dari cerobong kapel memberi sinyal kepada dunia: hitam berarti belum ada keputusan; putih berarti Habemus Papam—kita punya Paus baru. Kalimat lengkapnya seperti ini “Annuntio vobis gaudium magnum: Habemus papam”. Artinya, “Aku menyampaikan kepada kalian kabar sukacita besar: Kita punya Paus baru.”

Mengutip laman The Guardian, setelah terpilih, paus baru akan mengganti namanya dan dibawa ke Room of Tears, tempat ia mengenakan jubah kepausan untuk pertama kalinya. Lalu, ia muncul di balkon utama Basilika Santo Petrus, di hadapan ribuan umat yang menanti dengan doa dan harapan.

Konklaf bukan hanya soal memilih pemimpin agama. Ia merupakan cerminan arah masa depan Gereja Katolik. Dengan jejak global yang mencakup lebih dari satu miliar umat, siapa yang terpilih menjadi paus akan membawa dampak sosial, politik, dan spiritual yang signifikan bagi dunia.

Kini, semua mata tertuju ke Kapel Sistina. Dalam keheningan dan doa, dunia menanti munculnya asap putih berikutnya—pertanda kelahiran pemimpin spiritual baru bagi lebih dari seperdelapan populasi manusia.

The Guardian mencatat pada 21 April 2025, dari lebih dari 250 kardinal di seluruh dunia, hanya sekitar 135 yang memiliki hak suara dalam konklaf—syaratnya, mereka harus berusia di bawah 80 tahun. Menariknya, sekitar 110 di antaranya merupakan kardinal yang ditunjuk langsung oleh Paus Fransiskus, yang dikenal mendorong inklusivitas dan pembaruan dalam Gereja Katolik. Ini menandakan bahwa pemimpin baru kemungkinan akan melanjutkan arah kebijakan Paus Fransiskus. (*)

KEYWORD :

Konklaf Pemilihan Paus Vatikan Paus Fransiskus




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :