Kamis, 24/04/2025 09:25 WIB

Waspada! Jangan Biarkan Eks Koruptor Ulangi Kejahatan di KKP

Mantan terpidana kasus kuota impor daging diduga kembali

Ilustrasi korupsi. (Net)

 

Jakarta, Jurnas.com — Mantan terpidana kasus kuota impor daging diduga kembali "bermain" dalam skema pengaturan kuota impor di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Kejahatan yang dilakukan tak boleh dibiarkan berulang.

Menurut Mantan Aktivis 98, Irwan Suhanto, para mantan terpidana kasus impor daging seharusnya tak diizinkan kembali menjadi pemain inti dalam bisnis strategis yang menyangkut kebutuhan pokok rakyat.

"Ini alarm bahaya. Kita melihat bagaimana eks terpidana seperti Suharjito masih punya cengkeraman kuat dalam sistem kuota. KPK harus turun tangan," kata irwan, Rabu (23/4).

Berdasarkan informasi, untuk memuluskan rencananya, modus yang digunakan diduga dengan menggunakan perusahaan bayangan untuk memanipulasi distribusi dan kuota impor daging. Perusahaan-perusahaan ini didaftarkan atas nama orang-orang dekatnya, termasuk kroni dan kerabat, guna menciptakan ilusi persaingan usaha yang sehat.

“Ini bentuk pelanggaran nyata terhadap etika dan hukum. Seorang mantan narapidana kasus serupa tidak seharusnya kembali diberi ruang dalam urusan impor, apalagi dengan cara-cara yang manipulatif,” imbuhnya.

Suharjito diduga merupakan orang kuat yang sudah pernah masuk bui mengendalikan permainan kuota di KKP dan Kementerian Pertanian (Kementan). Kasus korupsi yang menyeret nama-nama besar seperti Basuki Hariman, Suharjito, dan Juard Effendi mencerminkan potret gelap hubungan antara pengusaha dan kekuasaan di Indonesia.

Basuki Hariman merupakan pengusaha impor daging yang dikenal luas, terseret kasus suap terhadap pejabat Mahkamah Konstitusi demi memuluskan urusan bisnisnya. Ia terbukti memberikan suap kepada Patrialis Akbar, Hakim Konstitusi saat itu, agar putusan uji materi terkait impor daging menguntungkan kepentingannya.

Sedangkan Suharjito, Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP), tertangkap tangan oleh KPK pada 2020 karena menyuap Menteri KKP Edhy Prabowo dalam kasus ekspor benih lobster. Ia memberikan uang dalam bentuk dolar AS agar perusahaan miliknya mendapat izin ekspor benih lobster yang semestinya dilarang.

Kemudian, Juard Effendi, bersama Amran Hi. Mustary, terlibat dalam kasus suap proyek infrastruktur Kementerian PUPR. Juard merupakan Direktur PT Windhu Tunggal Utama dan terbukti memberikan uang kepada pejabat Balai Pelaksana Jalan Nasional demi memenangkan proyek jalan di wilayah Indonesia Timur.

Ketiga nama tersebut menunjukkan bagaimana korupsi merajalela di sektor yang seharusnya menopang kesejahteraan rakyat. Uang dan kekuasaan dijadikan alat untuk memperkaya diri, merusak integritas lembaga negara, dan menyakiti kepercayaan publik.

KPK sebagai penjaga dari praktik rasuah menjadi tumpuan kembali diuji keberaniannya untuk membongkar skandal tersebut . “Satu hal yang pasti masyarakat tidak akan tinggal diam. Desakan untuk keadilan telah disuarakan, dan waktu bagi KPK untuk bertindak sudah semakin mendesak,” kata Irwan.

KEYWORD :

Kasus Korupsi Korupsi Kuota Impor Komisi IV DPR Kasus korupsi impor




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :