Kamis, 24/04/2025 18:50 WIB

Direktur Pemberitaan Jak TV Ditahan Kejagung, Rudianto Lallo: Itu Tidak Lazim dan Tak Biasa

Ini pendapat saya ya, kalau itu berkaitan dengan produk jurnalis, maka itu jelas tidak boleh dikriminalisasi, dipidana, karena itu berkaitan dengan produk jurnalis. Tapi penggunaan pasalnya adalah pasal 21 perintangan penyidikan, yang saya ketahui itu tidak lazim dan tidak biasa.

Anggota Komisi III DPR RI Fraksi NasDem, Rudianto Tallo. (Foto: Dok. Jurnas.com)

Jakarta, Jurnas.com - Kalangan dewan menilai kasus dugaan perintangan penyidikan yang tengah ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung) hingga menetapkan Direktur Pemberitaan JAK TV, Tian Bahtiar sebagai tersangka tidak lazim.

Bukan tanpa alasan, Anggota Komisi III DPR Rudianto Lallo menegaskan, hal itu lantaran kasus yang berkaitan dengan produk jurnalistik sedianya menjadi ranah Pers.

“Ini pendapat saya ya, kalau itu berkaitan dengan produk jurnalis, maka itu jelas tidak boleh dikriminalisasi, dipidana, karena itu berkaitan dengan produk jurnalis. Tapi penggunaan pasalnya adalah pasal 21 perintangan penyidikan, yang saya ketahui itu tidak lazim dan tidak biasa,” kata dia di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (24/4).

Politikus NasDem ini berpendapat, penggunaan pasal perintangan penyidikan tidak lazim dikenakan dalam kasus yang berkaitan dengan pemberitaan media.

“Karena sepengetahuan saya, pasal 21 itu, berdasarkan yurisprudensi, kasus-kasus yang diputus hakim mahkamah, yang namanya perintangan penyidikan itu harus dilakukan secara fisik. Misalkan menculik tersangkanya, melarang menjadi saksi, tidak boleh, culik, atau apa, ada fisiknya,” jelas Rudianto Lallo.

Atas dasar itu, Rudal justru bertanya-tanya kenapa pasal yang dikenakan terhadap kasus yang menjerat Direktur Pemberitaan JAK TV itu adalah perintangan penyidikan. Menjadi tidak lazim dan berpotensi memberangus kebebasan pers sebagaimana diatur dalam UU Nomor 40/1999.

“Makanya menjadi pertanyaan, ini tidak lazim dan tidak biasa, pemberitaan dikenakan, disangkakan pasal 21,” tuturnya.

“Karena kita tidak mau ada kesan ini jangan sampai kemudian memberangus berserikat dan kebebasan berpendapat. Apalagi negara kita sudah menganut sistem demokrasi, kita tidak mau itu terjadi,” imbuhnya menegaskan.

Mengenai bukti-bukti yang dikantongi Kejagung dalam menetapkan tersangka Direktur Pemberitaan JAK TV, Rudal enggan berkomentar terlalu jauh. Ia hanya berpandangan bahwa hal itu tidak lazim.

“Iya, karena ini tidak lazim. Mungkin ini kasus pertama kali terjadi, ada seperti ini, karena dianggap ada konten-konten provokasi, konten mengkritisi, negatif, dan sebagainya. Makanya harus dibuktikan betul karena ini tidak pernah terjadi sepengetahuan saya, pasal 21 dipakai untuk mentersangkakan orang, atau konten-konten. Jelas ya, jadi saya tidak mau mengatakan ini kebablasan, tapi tidak lazim,” demikian Legislator Dapil Sulsel I ini.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tiga tersangka dalam kasus perintangan penyidikan maupun penuntutan (obstruction of justice) dalam tiga kasus korupsi, yakni tata niaga timah, impor gula, dan vonis lepas ekspor CPO.

Ketiga tersangka itu adalah Marcella Santoso selaku advokat atau pengacara, Junaedi Saibih selaku dosen, dan Tian Bahtiar selaku Direktur Pemberitaan JAKTV.

Kejagung menyebut, Tian menerima suap Rp478,5 juta agar membuat berita yang menyudutkan Kejagung saat menyelidiki kasus korupsi minyak goreng, timah, dan importasi gula. Dana itu diduga berasal dari pengacara Marcella Santoso dan akademisi Junaedi Saibih.

Tian, Marcella, dan Junaedi kini telah ditetapkan sebagai tersangka. Ketiganya dijerat Pasal 21 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHAP.

 

 

 

KEYWORD :

Warta DPR Komisi III Rudianto Lallo NasDem Direktur Pemberitaan Jak TV Kejagung Pers




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :