
Ilustrasi - Hari Solidaritas Asia-Afrika 24 April, ini sejarah hingga tujuannya (Foto: Museum)
Jakarta, Jurnas.com - Hari Solidaritas Asia-Afrika, yang diperingati setiap tanggal 24 April, merupakan sebuah momen penting yang tidak hanya menandai babak baru dalam diplomasi global, tetapi juga memperkuat posisi Indonesia sebagai inisiator gerakan solidaritas dunia ketiga.
Hari bersejarah ini resmi ditetapkan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 2015, bertepatan dengan peringatan 60 tahun Konferensi Asia-Afrika (KAA). Mengutip laman Kemendikbud, KAA menghasilkan arsip dan bukti dokumentasi yang berharga, Arsip Konferensi Asia Afrika (Asian-African Conference Archives). Pemerintah RI mendaftarkan arsip tersebut sebagai Ingatan Kolektif Dunia atau Memory of the World UNESCO pada tahun 2014 dan telah berhasil diinskripsi oleh UNESCO di tahun 2015.
Selain itu peringatan Hari Solidaritas Asia-Afrika 24 April juga menandai hari penutupan KAA, ketika para delegasi dari 29 negara Asia dan Afrika menyepakati sebuah pernyataan bersama yang dikenal sebagai Dasasila Bandung. Sepuluh prinsip ini menjadi manifestasi semangat kolektif bangsa-bangsa baru merdeka untuk menjunjung perdamaian dunia, anti-kolonialisme, dan kerja sama internasional yang berkeadilan.
Penetapan Hari Solidaritas Asia-Afrika juga membawa Bandung pada status istimewa, Ibu Kota Solidaritas Asia-Afrika. Kota yang dikenal dengan julukan “kota kembang” ini tak hanya menjadi latar historis penyelenggaraan KAA, tetapi juga simbol perlawanan terhadap ketidakadilan global dan perekat antarbangsa dalam lintas benua.
KAA yang digelar 18-24 April 1955 di Bandung, Jawa Barat ini merupakan salah satu tonggak sejarah paling penting di abad ke-20. Saat Perang Dingin membelah dunia ke dalam dua blok besar—Barat dan Timur—negara-negara Asia dan Afrika yang baru merdeka justru memilih jalur ketiga: menolak menjadi pion dalam perang ideologi, dan memilih solidaritas sebagai senjata utama.
Dengan kehadiran tokoh-tokoh besar seperti Presiden Soekarno, Zhou Enlai (Tiongkok), hingga Jawaharlal Nehru (India), konferensi ini diikuti oleh perwakilan dari 29 negara, yang pada saat itu mewakili lebih dari separuh populasi dunia.
Tak hanya bergaung di forum internasional, semangat KAA juga membentuk arah baru dalam hubungan global. Gerakan Non-Blok (GNB) yang lahir pada 1961 merupakan kelanjutan logis dari semangat Dasasila Bandung.
Berikut adalah inti dari Dasasila Bandung yang ditetapkan dalam komunike akhir KAA: 1) Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan Piagam PBB. 2) Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua negara. 3) Mengakui persamaan semua ras dan bangsa.
4) Tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain. 5) Menghormati hak tiap bangsa menentukan nasib sendiri. 6) Tidak menggunakan perjanjian untuk kepentingan sepihak. 7) Tidak menggunakan tekanan atau agresi.
8) Menyelesaikan semua perselisihan secara damai. 9) Mengembangkan kerja sama saling menguntungkan. 10) Menjunjung keadilan dan kewajiban internasional.
Tujuh dekade setelah konferensi pertama diadakan, nilai-nilai KAA masih sangat relevan. Dunia kini menghadapi tantangan baru seperti ketimpangan ekonomi, krisis iklim, hingga eskalasi konflik geopolitik. Dalam konteks ini, semangat Bandung bukan sekadar arsip sejarah—ia merupakan kompas moral dan politik bagi negara-negara berkembang untuk tetap bersatu atau solid dan mengambil peran aktif dalam menciptakan tatanan global yang lebih adil. (*)
KEYWORD :Hari Solidaritas Asia-Afrika 24 April KAA Dasasila Bandung