
Ilustrasi Chikungunya, penyakit tropis yang disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIKV) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus (Foto: Enesis)
Jakarta, Jurnas.com - Chikungunya adalah penyakit tropis yang disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIKV), yang termasuk dalam keluarga virus Togaviridae dan Genus Alphavirus, dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini juga dikenal sebagai vektor utama penyebar demam berdarah.
Meski jarang menyebabkan kematian, dampaknya bisa sangat mengganggu kualitas hidup, terutama bagi lansia dan penderita gangguan sendi. Berbeda dari infeksi virus ringan lainnya, Chikungunya bisa menyebabkan nyeri sendi dan otot yang menetap dalam jangka panjang. Kondisi ini bahkan bisa berlangsung berbulan-bulan hingga bertahun-tahun dan secara signifikan menurunkan kualitas hidup penderitanya.
Karena itulah, penting untuk memahami bagaimana perjalanan penyakit ini terjadi agar pencegahan bisa dilakukan sejak dini. Setelah seseorang tergigit nyamuk pembawa virus, gejala biasanya mulai muncul dalam waktu beberapa hari.
Gejala awal yang muncul berada pada fase akut, yakni dalam 10 hari pertama setelah infeksi. Penderitanya bisa mengalami demam tinggi mendadak, nyeri sendi yang hebat, ruam pada kulit, serta sakit kepala yang intens.
Setelah fase akut, infeksi bisa memasuki fase pasca-akut yang berlangsung satu hingga tiga bulan. Pada tahap ini, gejala mulai mereda namun tubuh masih terasa lemas dan nyeri sendi bisa tetap bertahan.
Jika gejala tidak kunjung hilang, infeksi dapat berkembang menjadi fase kronis yang terjadi lebih dari tiga bulan. Kondisi ini umum dialami oleh lansia atau penderita riwayat penyakit sendi, di mana arthritis kronis menjadi dampak jangka panjangnya.
Sayangnya, hingga kini belum ditemukan antivirus yang secara spesifik ditujukan untuk mengobati Chikungunya. Penanganannya masih bersifat suportif, dengan fokus pada pereda gejala seperti istirahat cukup, konsumsi cairan, serta obat pereda nyeri dan demam.
Oleh karena itu, pencegahan menjadi langkah paling logis dan penting dalam menghadapi ancaman penyakit ini. Pencegahan utamanya adalah dengan mengurangi populasi nyamuk di lingkungan tempat tinggal dan mencegah gigitan nyamuk.
Lingkungan yang bersih sangat berperan dalam memutus siklus hidup nyamuk pembawa virus. Karena itu, genangan air di berbagai wadah bekas seperti pot, ember, atau kaleng harus dikosongkan secara rutin.
Selain menjaga kebersihan, penerapan prinsip menguras, menutup, dan mendaur ulang wadah air bekas juga perlu dibiasakan. Kebiasaan ini terbukti efektif dalam menurunkan angka perkembangbiakan nyamuk.
Agar lebih maksimal, penggunaan obat anti nyamuk serta pemasangan kawat kasa pada ventilasi bisa membantu mencegah nyamuk masuk ke dalam rumah. Sementara itu, fogging dan penaburan bubuk abate di penampungan air juga menjadi opsi tambahan untuk memutus rantai penyebaran nyamuk.
Meski Chikungunya jarang menyebabkan kematian, infeksinya tetap berisiko tinggi bagi kelompok rentan seperti lansia atau penderita penyakit kronis. Maka dari itu, deteksi dini dan pemantauan gejala sangat disarankan untuk menghindari komplikasi.
Ketika seseorang sudah terinfeksi, perawatan yang tepat bisa mempercepat pemulihan dan mencegah gejala berkepanjangan. Setelah sembuh, tubuh biasanya membentuk kekebalan alami terhadap virus, sehingga risiko terinfeksi kembali sangat kecil.
Dengan pemahaman yang benar serta kedisiplinan dalam menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan, Chikungunya bisa dicegah. Pencegahan yang konsisten bukan hanya melindungi individu, tapi juga membantu menghentikan penyebaran virus di masyarakat. (*)
KEYWORD :Chikungunya CHIKV nyamuk Aedes aegypti Penyakit chikungunya