
Lembaga pemasyarakatan (Lapas) Cipinang. (Foto: Ist)
Jakarta, Jurnas.com - Hari Bhakti Pemasyarakatan (HBP) di Indonesia, yang diperingati setiap 27 April, merupakan sebuah momen penting dalam sejarah reformasi sistem pemidanaan di Tanah Air. Tahun ini, di usia ke-61, HBP menjadi cermin perjalanan panjang sistem pemasyarakatan yang terus berkembang menuju pendekatan yang lebih humanis, profesional, dan berbasis keadilan restoratif.
Mengutip laman Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, sejarah HBP bermula dari Konferensi Dinas Kepenjaraan di Lembang pada 27 April 1964, ketika istilah “pemasyarakatan” resmi diperkenalkan menggantikan pendekatan lama yang menitikberatkan pada hukuman dan pengurungan.
Gagasan tersebut digagas oleh Prof. Sahardjo, S.H., Menteri Kehakiman saat itu, sebagai upaya untuk menghapus stigma negatif penjara. Ia mengusulkan agar lembaga pemasyarakatan menjadi tempat pembinaan yang mengedepankan nilai kemanusiaan.
Transformasi ini kemudian dituangkan dalam UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, yang menegaskan bahwa warga binaan harus diperlakukan sebagai manusia seutuhnya, dengan hak untuk dibina, diberdayakan, dan dikembalikan ke masyarakat sebagai pribadi yang lebih baik.
Sejak itu, pendekatan terhadap warga binaan mulai diarahkan untuk memberi kesempatan kedua melalui pendidikan, pelatihan keterampilan, hingga pembentukan akhlak. Hal ini kemudian diperkuat secara hukum melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Dalam semangat pembinaan berbasis kepribadian, berbagai kegiatan digelar di seluruh Indonesia selama rangkaian HBP ke-61. Salah satunya di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIB Pelaihari, yang menggelar lomba azan pada Jumat, 25 April 2025.
Berlokasi di Masjid Istiqomah Rutan Pelaihari, lomba ini diikuti oleh para Warga Binaan sebagai bagian dari pembinaan spiritual. Kepala Rutan, Fani Andika, menyebut kegiatan ini sebagai bentuk penguatan karakter dan nilai-nilai keagamaan, sekaligus sebagai cara membangkitkan kembali semangat dan harapan dalam diri warga binaan.
Semangat ini menegaskan bahwa pemasyarakatan bukan lagi tentang sekadar menghukum, tetapi tentang memperbaiki dan memulihkan. Maka dari itu, peringatan HBP juga menjadi ajakan bagi masyarakat untuk turut mendukung reintegrasi sosial para mantan warga binaan.
Dengan begitu, lembaga pemasyarakatan tidak hanya menjadi tempat menjalani masa hukuman, melainkan juga ruang untuk memulai kehidupan baru. Dan pada akhirnya, pemasyarakatan bukan soal mengurung masa lalu, tetapi membangun masa depan. (*)
KEYWORD :Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April Sejarah HBP