
Ilustrasi - Makanan yang Mengandung Babi (Foto: REUTERS)
Jakarta, Jurnas.com - Mengenali istilah yang merujuk pada bahan berbasis babi menjadi hal krusial, terutama bagi konsumen Muslim yang menjalankan prinsip halal.
Tak hanya terpaku pada label, kesadaran terhadap berbagai istilah asing yang merujuk pada babi dapat mencegah kekeliruan dalam memilih makanan dan produk. Terlebih, produk olahan modern sering menyamarkan komposisinya melalui nama-nama dalam bahasa asing.
Di sisi lain, tidak semua restoran atau produsen mencantumkan keterangan secara eksplisit. Oleh sebab itu, sikap waspada dan aktif mencari tahu menjadi bagian dari tanggung jawab konsumen.
Berikut ini adalah beberapa istilah babi yang dapat ditemukan dalam komposisi produk dari berbagai bahasa, yang dikutip dari laman MUI.
Istilah yang digunakan untuk merujuk pada babi sangat beragam tergantung konteks dan bahasa. Dalam bahasa Inggris misalnya, kata “pork” digunakan untuk menyebut daging babi dalam masakan, sedangkan “pig” merujuk pada babi muda.
Kata lain seperti “swine” digunakan untuk menyebut keseluruhan spesies babi, dan “hog” untuk babi dewasa yang berukuran besar. Adapun “boar” merujuk pada babi liar jantan yang tidak dijinakkan.
Sementara itu, istilah “lard” sering ditemukan pada produk makanan sebagai penanda penggunaan lemak babi. Lemak ini umum digunakan dalam pembuatan kue, margarin, bahkan sabun.
Dalam olahan daging, dikenal istilah “bacon” yang berarti irisan daging babi asap, dan “ham” yang merupakan bagian paha babi yang diasinkan. Keduanya sering ditemukan dalam makanan olahan siap saji, terutama di luar negeri.
Ada juga istilah “sow” untuk menyebut babi betina dewasa dan “sow milk” untuk susu dari babi tersebut. Dalam industri farmasi atau kosmetik, istilah “porcine” kerap digunakan untuk merujuk bahan yang berasal dari babi.
Selain istilah dalam bahasa Inggris, bahasa Asia juga mengenal banyak istilah terkait. Dalam budaya Tionghoa, kata “bak” berarti daging babi, sementara “char siu” adalah olahan babi panggang manis yang populer.
Istilah seperti “cu nyuk” dalam bahasa Hakka dan “zhu rou” dalam Mandarin juga kerap dijumpai dalam masakan khas etnis Tionghoa. Makanan berbasis daging babi ini sering digunakan dalam kuliner peranakan yang tersebar di Asia Tenggara.
Dalam bahasa Korea, istilah “dwaeji” digunakan untuk menyebut daging babi secara umum. Sedangkan di Jepang, istilah seperti “tonkatsu” dan “tonkotsu” merujuk pada olahan babi dalam bentuk gorengan tepung dan kaldu ramen.
Olahan lain seperti “yakibuta” berarti babi panggang, “nibuta” untuk bahu babi rebus, dan “kakuni” untuk perut babi yang dimasak pelan dengan bumbu. Semua istilah ini umum ditemukan di restoran Jepang atau produk instan dari Jepang.
Di Indonesia sendiri, istilah “B2” merupakan kode tidak langsung untuk menyebut makanan berbahan dasar babi. Biasanya istilah ini digunakan dalam konteks kuliner Batak atau di daerah yang tidak mayoritas Muslim.
Lebih jauh, istilah berbasis babi juga muncul dalam produk non-makanan seperti obat, suplemen, sabun, dan kosmetik. Kandungan seperti gelatin, enzim, atau lemak seringkali berasal dari babi dan ditulis dengan nama teknis.
Karena tidak selalu ditampilkan secara gamblang, kehati-hatian dalam membaca label menjadi sangat penting. Bila informasi tidak tersedia, menanyakan langsung kepada pelayan restoran atau produsen adalah langkah bijak. (*)
KEYWORD :Babi Makanan Minyak Babi Produk Makanan