Selasa, 29/04/2025 17:16 WIB

Hari Posyandu Nasional 29 April, Ini Sejarah, Makna hingga Tujuannya

Hari Posyandu Nasional di Indonesia, yang diperingati setiap tanggal 29 April, merupakan sebuah momentum penting yang menyoroti peran vital Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, khususnya ibu dan anak

Hari Posyandu Nasional (Foto: Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang)

Jakarta, Jurnas.com - Hari Posyandu Nasional di Indonesia, yang diperingati setiap tanggal 29 April, merupakan sebuah momentum penting yang menyoroti peran vital Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, khususnya ibu dan anak. Namun seiring waktu, cakupan Posyandu kini makin luas, mencakup seluruh siklus kehidupan masyarakat.

Mengutip berbagai sumber, sejarah Posyandu lahir dari semangat gotong royong. Gagasan dasarnya bermula pada tahun 1975 saat Departemen Kesehatan mencetuskan Program Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD). Program ini bertujuan agar masyarakat mampu mengenali dan mengatasi masalah kesehatannya secara mandiri, dengan dukungan petugas kesehatan.

Konsep PKMD pertama kali diujicobakan di Banjarnegara, Jawa Tengah. Kemudian, pada tahun 1984, lahirlah Instruksi Bersama dari Menteri Kesehatan, Kepala BKKBN, dan Menteri Dalam Negeri untuk menyatukan berbagai layanan kesehatan dalam satu wadah terpadu yang kita kenal hingga kini sebagai Posyandu.

Tanggal 29 April 1985, Presiden Soeharto secara resmi menetapkan Posyandu sebagai program nasional. Itulah sebabnya, tanggal ini diperingati setiap tahun sebagai Hari Posyandu Nasional. Sejak saat itu, Posyandu berkembang menjadi wadah strategis yang menyatukan berbagai layanan sosial dan kesehatan masyarakat.

Namun, gagasan Posyandu sudah dimulai satu dekade sebelumnya melalui kebijakan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) yang dikeluarkan Departemen Kesehatan pada 1975. PKMD bertujuan memberdayakan masyarakat agar mampu mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatannya secara mandiri.

Model awal PKMD pertama kali diterapkan di Banjarnegara, Jawa Tengah, dan terbukti efektif menggerakkan partisipasi masyarakat. Keberhasilan ini menjadi landasan lahirnya Posyandu yang lebih terstruktur dan terintegrasi secara nasional.

Pada tahun 1984, pemerintah mengeluarkan Instruksi Bersama Menteri Kesehatan, Kepala BKKBN, dan Menteri Dalam Negeri yang menggabungkan berbagai program menjadi satu layanan terpadu bernama Posyandu. Konsep ini mengadopsi pendekatan GOBI-3F yang menekankan pemantauan tumbuh kembang anak, pemberian ASI, imunisasi, perencanaan keluarga, serta pendidikan perempuan dan tambahan gizi.

Karena terbukti efektif dalam menurunkan angka kematian ibu dan anak, Posyandu terus diperluas ke seluruh wilayah Indonesia. Pada akhirnya, Posyandu tidak hanya menjadi tempat pelayanan balita, tapi juga ruang pemberdayaan lintas usia.

Kini Posyandu melayani seluruh siklus kehidupan, mulai dari bayi, anak-anak, remaja, ibu hamil, hingga lansia. Dengan pendekatan berbasis masyarakat, Posyandu menjadi sarana penghubung antara layanan kesehatan dan warga.

Kegiatan Posyandu umumnya dilakukan sebulan sekali dengan lokasi yang mudah dijangkau seperti balai desa, pos RT, atau fasilitas umum lainnya. Bahkan di luar hari buka, kader Posyandu juga melakukan kunjungan rumah untuk menjangkau warga yang membutuhkan layanan khusus.

Peran sentral Posyandu dijalankan oleh para kader yang merupakan relawan dari warga setempat, ditetapkan melalui SK Kepala Desa atau Lurah. Mereka dibina oleh petugas puskesmas dan berperan aktif dalam memfasilitasi berbagai kegiatan kesehatan.

Seiring perkembangan zaman, fungsi Posyandu diperluas berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2024 yang menempatkan Posyandu sebagai bagian dari sistem pelayanan dasar nasional. Hal ini menjadikan Posyandu tak hanya bekerja di bidang kesehatan, tapi juga pendidikan, sosial, lingkungan, dan kesejahteraan umum.

Dalam bidang kesehatan, Posyandu membantu deteksi dini penyakit, edukasi pola hidup sehat, serta pengobatan dasar untuk penyakit seperti hipertensi, diabetes, hingga gangguan jiwa. Mereka juga mendorong kepatuhan masyarakat dalam mengakses layanan kesehatan secara berkala.

Di sisi lain, Posyandu juga mendukung pendidikan anak usia dini dan penguatan literasi masyarakat di tingkat desa. Peran ini diperluas dengan menyediakan media pembelajaran hingga membantu mengelola perpustakaan desa.

Di bidang sosial dan perumahan, Posyandu turut mendata warga miskin, menyosialisasikan program bantuan, serta memberikan penyuluhan mengenai rumah sehat dan pemanfaatan lahan pekarangan. Kegiatan-kegiatan ini menunjang kesejahteraan dan kemandirian masyarakat desa.

Posyandu bahkan ikut serta dalam urusan ketertiban umum, mulai dari penyuluhan pasca bencana, pencegahan kekerasan dalam rumah tangga, hingga deteksi dini masalah sosial. Peran ini memperkuat fungsi Posyandu sebagai pilar ketahanan sosial masyarakat.

Dengan semakin luasnya jangkauan dan tanggung jawab, Posyandu menjadi simbol kolaborasi antara pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat. Keberadaannya telah terbukti memperkuat sistem pelayanan publik berbasis komunitas.

Hari Posyandu Nasional menjadi momen penting untuk mengingatkan semua pihak tentang kontribusi besar para kader dan relawan dalam menjaga kualitas hidup masyarakat. Lebih dari sekadar tempat timbang bayi, Posyandu adalah gerakan kolektif menuju masyarakat yang sehat, mandiri, dan tangguh. (*)

KEYWORD :

Hari Posyandu Nasional 29 April Sejarah Posyandu




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :