| Selasa, 11/07/2017 10:55 WIB
Agun Gunandjar Sudarsa, Ketua Pansus Hak Angket KPK
Jakarta - Ketua panitia khusus hak angket DPR terhadap KPK, Agun Gunandjar Suadarsa mengakui proses hukum yang sedang dilaksanakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penanganan kasus dugaan korupsi e-KTP tak bisa diabaikan. Bahkan, proses hukum itu harus ditaati dan dijalankan.
Hal itu mengemuka saat Agun memenuhi panggilan pemeriksaan
KPK sebagai saksi untuk tersangka kasus korupsi e-KTP dengan tersangka Andi Agustinus (AA) alis Andi Narogong, di Gedung
KPK, Jakarta, Selasa (11/7/2017). Agun menyampaikan hal itu lantaran dirinya menyadari penggilan pemeriksaan oleh penyidik
KPK ini adalah proses penegakan hukum yang harus dijalankan dan ditaati.
"Karena bagaimanapun proses hukum tak bisa dilanggar," kata Agun.
Pemanggilan ini merupakan penjadwalan ulang. Sebelumnya Agun sudah dijadwalkan diperiksa penyidik
KPK pada Kamis (6/7/2017). Agun mengaku dirinya saat itu tak hadir lantaran ada kegiatan, yakni mengunjungi koruptor di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. Ia tak terima disebut mangkir akibat ketidakhadiran tersebut.
"Saya tidak mangkir, saya tidak menghindar, tapi saya melaksakanan kewajiban saya (selaku Ketua panitia khusus hak angket DPR terhadap
KPK)," ujar Agun.
Sedianya, klaim Agun, dirinya pada hari ini juga ada agenda rapat dengan panita hak khusus. Namun, Agun terpaksa meninggalkanya. "Walaupun seseunggungnua pada hari ini saya berkewajiban memimpin rapat pansus. Dengan mengucapkan basmallah meninggalkan kewajiban konsitusional saya," terang dia.
Disisi lain, Agun mengaku tak mengenal Andi Narogong. Dia juga mengklaim tak mengetahui prihal sejumlah pertemuan informal pada tahun 2010 terkait pembahasan proyek e-KTP. "Saya
ngga tau, saya waktu itu dibahas belum jadi pimpinan, saya baru jadi pimpinan tahun 2012," tandas Agun.
Ini bukanlah pemeriksaan pertama untuk mantan anggota Komisi II DPR RI tersebut dalam kasus korupsi e-KTP. Sebelumnya saat kasus yang menjerat dua petinggi Kemendagri Irman dan Sugiharto dalam proses penyidikan, Agun juga pernah diperiksa.
Agun diperiksa lantaran namanya disebut-sebut ikut terlibat terkait pembahasan anggaran e-KTP dan kecipratan uang dari proyek benilai Rp 5,9 triliun tersebut. Penyebutan itu sebagaimana termaktub dalam surat dakwaan dan tuntutan terdakwa Irman dan Sugiharto yang dibacakan Jaksa
KPK dalam persidangan beberapa waktu lalu.
Dalam surat tuntutan jaksa
KPK terhadap Irman dan Sugiharto, Agun disebut kecipratan uang senilai 1.000.000 dollar USA. Ia pun telah menepis hal tersebut.
Kembali diperiksa, Agun diduga kuat mengetahui seputar aliran uang, sengkarut atau kongkalikong proyek bernilai Rp 5,9 triliun itu. Dimana hal itu berkaitan dengan pengusaha Andi Narogong.
Seperti diketahui, Andi Narogong sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini lantaran diduga menguntungkan diri sendiri, pihak lain, dan korporasi. Perbuatan Andi bersama-sama Irman dan Sugiharto itu, diduga menyebabkan negara merugi Rp 2,3 triliun dari proyek senilai Rp 5,9 triliun.
Andi sendiri diduga berperan kuat dalam mengatur proyek tender e-KTP. Sejumlah aliran uang pun disebutkan berputar disekitarnya. Salah satu peran besar Andi yakni mengumpulkan perusahaan yang akan bermain di tender proyek e-KTP. Andi dan sejumlah perusahaan yang berkantor di Ruko Fatmawati, Jakarta Selatan berusaha merancang detail proyek yang akan ditenderkan. Atas dugaan itu, Andi dijerat Pasal 2 ayat (1) atas Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
KEYWORD :
E-KTP Pansus DPR KPK