Marlen Sitompul | Sabtu, 15/07/2017 15:10 WIB
Presiden Joko Widodo (JN)
Jakarta - Pemerintahan Presiden Jokowi dinilai telah mengancam runtuhnya sistem demokrasi di tanah air. Hal itu terkait penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) Ormas.
Demikian disampaikan Ketua Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Mustafa Fakhri, melalui rilisnya, Jakarta, Sabtu (15/7).
Menurutnya, Perppu No. 2 tahun 2017 tentang Perubahan atas UU No. 17 tahun 2013 itu bertentangan dengan konstitusi dan mengancam kehidupan berdemokrasi di Indonesia.
"Substansi Perppu sangat berbahaya bagi kehidupan berdemokrasi di Indonesia karena membatasi hak berserikat dan berkumpul bagi warga negara," kata Mustafa.
Selain itu, kata Mustafa, Perppu ini juga berpotensi menimbulkan kepemimpinan yang otoriter. Karena proses pembubaran Ormas tidak melalui lembaga peradilan.
"Lebih daripada itu, pemerintah juga harus dibiasakan diri dalam membentuk norma yang menerapkan sanksi pidana, tidak boleh tanpa adanya persetujuan dari lembaga perwakilan," tegasnya.
"Apalagi kondisi ini juga sudah termaktub dalam pertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi RI dalam Putusan MK Nomor 132/PUU-XII/2015," tambahnya.
Untuk itu, Ia mengingatkan kepada Pemerintah untuk senantiasa mengelola negera sesuai dengan koridor hukum yang berdasarkan Konstitusi.
"Kewenangan Presiden dalam membentuk Perppu ini jangan sampai disalahgunakan untuk menghidupkan kembali rezim otoritarianisme baru dan mematikan kehidupan berdemokrasi di Indonesia yang telah diperjuangkan oleh rakyat Indonesia," demikian Mustafa.
KEYWORD :
Ormas Anti Pancasila HTI Perppu Ormas Radikal