Menristekdikti Mohamad Nasir (kiri) merilis Sinta 2.0, Jumat (4/8) di Jakarta
Jakarta – Tahun ini Indonesia masih menduduki posisi ketiga di bidang publikasi ilmiah internasional level ASEAN. Kalah dari Malaysia yang berada di posisi puncak dengan jumlah 16.172 dokumen, dan Singapura dengan total 11.130 dokumen. Indonesia hanya memiliki 9.700 publikasi ilmiah sepanjang 2017.
Pemerintah lalu mengeluarkan Sinta (Science and Technology Index), yakni sistem online yang bertujuan mendata publikasi ilmiah dari para dosen, guru besar, dan peneliti di Indonesia. Harapannya, 268 ribu dosen dan 10 ribu peneliti se-Indonesia dapat berperan aktif menaikkan jumlah publikasi ilmiah Indonesia secara signifikan.
“Sampai saat ini di Shinta 2.0 baru 32.218 penulis dari 1.424 institusi yang terdaftar. Ini masih 11 persen dari total keseluruhan,” kata Menristekdikti Mohamad Nasir saat melaunching Sinta 2.0 di Jakarta, Jumat (4/8).
Sinta 2.0 merupakan versi terbaru dari Sinta 1.0. Di versi terbaru ini, terdapat beberapa perbaikan mulai dari tampilan (user interface), leveling, hingga penambahan jumlah penulis (author) dari 1.700 menjadi 32.218 penulis yang sudah mendaftarkan diri.
Optimisme menyalip Malaysia tidak hanya karena masih banyak publikasi dari dosen dan peneliti Indonesia belum terdata dengan baik. Di kancah dunia, perkembangan jurnal Indonesia juga semakin menunjukkan hasil menggembirakan.
Sebagaimana laporan Directory Open Access Journals (DOAJ) menyebutkan Indonesia kini menempati urutan ketiga, negara pemilik jurnal yang menggunakan bahasa resmi PBB (Inggris, Arab, Jerman), dengan jumlah 772 jurnal. Indonesia hanya kalah dari Brazil (1020 jurnal), dan Inggris (907 jurnal).
Pendidikan Kemristekdikti Publikasi Ilmiah