Jum'at, 27/12/2024 09:24 WIB

Opini

Setelah Setya Novanto, Siapa Lagi?

Jaksa KPK sudah sebut nama-nama itu, di antaranya ada Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Gubernur Sulut Olly Dondokambey, Menkumham Yosanna Laoly, mantan Mendagri Gamawan Fauzi dan puluhan lainnya.

E-KTP

Tony Rosyid

(Direktur Graha Insan Cendikia)

Setelah BG, giliran Setnov bebas di praperadilan. Rakyat kesal. Ada apa dengan hakim praperadilan? Lagi-lagi, rakyat terpaksa harus hormati keputusan hukum dengan rasa kecewa.

KPK bukan malaikat. Tapi faktanya, rakyat lebih percaya KPK dari pada hakim. Ini soal track record. KPK hampir tak pernah salah menetapkan tersangka.

Sejak mobil Fortuner Setya Novanto menabrak tiang listrik rakyat seolah menemukan momentumnya. Media gaduh. Dunia medsos dibanjiri meme, kartun dan bermacam-macam tulisan sarat lelucon yang intinya hanya satu: menyalurkan perasaan "gemes" terhadap setnov.

Setnov telah jatuh. Rasanya ia sulit untuk bangkit kembali. Timnya kocar-kacir, kuasa hukumnya makin ngaco. kolega di partainya sibuk merencanakan munaslub. Mereka bilang: pisahkan Setnov sebagai pribadi dalam kasus E-KTP dengan Golkar sebagai partai. Hehe... Emang Setnov bisa jadi ketua fraksi dan ketua DPR kalau tidak pernah ada di Golkar?

Sekarang, Setnov tidak lagi sesakti dulu. Jimat kesaktian Setnov sudah punah sejak KPK menggelandangnya ke rumah tahanan. Setnov hanya menunggu waktu kapan ia dicopot sebagai ketua DPR dan dipecat sebagai ketua Golkar. Sejak itu, Setnov bukan siapa-siapa lagi. Para politisi dan taipan khususnya, tak lagi tertarik padanya. Nama Setnov segera masuk ke keranjang sampah. Nasibnya akan sama dengan para politisi yang namanya sudah hilang dari ingatan sejarah.

Tapi bagi KPK, hakim tipikor, dan juga terutama bagi rakyat, Setnov sangat penting. Ia adalah justice colabolator. Setnov sekarang menjadi juru kunci yang diharapkan rakyat bisa membongkar siapa saja yang terlibat dalam kasus E-KTP.

Stop ngebully Setnov! Sebelum tertangkap, Setnov memang musuh dan buronan KPK. Tapi tidak sekarang. Setnov mesti dijaga, karena di dalam mulut Setnov ada puluhan nama yang tidak boleh menguap, termasuk para mantan anggota DPR yang jika terbukti harus diseret.

Jaksa KPK sudah sebut nama-nama itu, di antaranya ada Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Gubernur Sulut Olly Dondokambey, Menkumham Yosanna Laoly, mantan Mendagri Gamawan Fauzi, politisi Demokrat Ignatius Mulyono, Marzuki Ali, dan Jafar Hafsah, politisi PAN Teguh Djuwarno, politisi Golkar Ade Komarudin, dan puluhan lainnya. Lengkap dengan jumlah uang yang diterima mereka. Ini adalah deretan nama-nama beken. Semua anak negeri kenal nama-nama ini. Apakah mereka terlibat? Jangan buru-buru menyimpulkan, nanti kena delik aduan. Kita tunggu saja nyanyian merdu Setnov.

Selain nama-nama beken itu, ada 37 mantan anggota komisi II yang "diduga" menerima dana. Jumlah akumulasinya 556.000 dollar AS. Sungguh angka yang fantastis. Masing-masing mendapat uang berkisar 13.000 hingga 18.000 dollar AS. Apakah 37 anggota komisi II ini bisa jadi tersangka? Lagi-lagi, celoteh Setnov ditunggu rakyat untuk bersih-bersih negeri ini.

Prinsip "Praduga Tak Bersalah" harus betul-betul dihormati, asal tidak selalu berhenti pada "praduga" dan berakhir dengan keputusan "tak bersalah".

Ketika Nazaruddin sangat merdu menyanyikan lagu berjudul "Hambalang", maka suara Setnov pun tidak kalah merdunya jika ia mau menyanyikan lagu berjudul "E-KTP". Lagu berjudul E-KTP sangat cocok dengan karakter suara Setnov. Jika diadakan acara corruption Idol,  Nazaruddin adalah juara perdananya. Setnov bisa dinominasikan sebagai juara Corruption Idol berikutnya, meski sempat diragukan oleh Nazaruddin. Apalagi jika nyanyian Setnov bisa membongkar skenario pilpres sebagaimana rumor yang beredar selama ini, pasti akan dapat point "sms" lebih banyak dari Nazaruddin. Sebab, Nazaruddin tidak pernah punya nyali untuk bernyanyi di istana kepresidenan. Nyanyian Setnov di istana, jika berani dilakukan, pasti lebih dasyat.

Jangan seperti Anas Urbaningrum. Suara Anas terlalu lembut, dan nyaris tak terdengar. Suara Anas tidak cocok dengan microfon senayan dan istana. Rakyat berharap suara Setnov lebih keras dari Anas dan Nazaruddin.

Rakyat mesti mendorong Setnov bisa mengadakan konser di senayan, gedung-gedung kementerian dan istana. Tempat-tempat itu cocok buat Setnov bernyanyi. Media pun akan lebih tertarik untuk meliputnya.

Rakyat perlu dukung Setnov. Jangan sampai ia bernasib seperti Sutan Batugana dan mantan ketua KPU, dikubur sebelum tugasnya dituntaskan.

Setnov punya hak untuk hidup dan bicara. Rakyat mesti menjaga panggungnya, agar Setnov nyaman menuturkan pengalamannya ketika membagi-bagi dana E-KTP kepada teman dan koleganya. Jadikan ini "penggung kehidupan yang nyata", bukan panggung stand up  comedy, apalagi sinetron.

Jika dengan menabrakkan mobil Fortuner saja Setnov kebanjiran apresiasi, apalagi jika ia mau berbagi pengalamannya di media. Saat ini, Setnov adalah idola, terutama bagi publik yang keranjingan gadget. Semua gerak geriknya mendapatkan perhatian, belum lagi nyanyiannya.

Kalau Setnov sudah berani bertutur, lalu bagaimana dengan KPK? Kalau pertanyaan ini disampaikan ke Fahri Hamzah, dia pasti akan bilang KPK masuk angin. Muka FH selalu kecut terhadap KPK. Nah, ini tantangan buat KPK. KPK harus membuktikan kalau kasus E-KTP bisa dituntaskan. Tidak hanya berhenti pada Setnov, tapi semua nama yang terlibat harus disasar.

KPK tidak boleh hanya numpang tenar di belakang Setnov. Rakyat tidak akan menganggap hebat KPK setelah sukses menahan setnov. Malah sebaliknya, nama KPK akan jatuh, lebih jatuh dari Setnov, jika KPK tidak bisa menangkap teman-teman Setnov yang ikut bancakan dana E-KTP bersamanya. Jika KPK tidak pernah bisa membuktikannya, jangan-jangan benar omongan orang bahwa KPK sudah kerasukan iblis politik.

Keberhasilan KPK membuat Sugiarto dan Irman sebagai tersangka, perlu diapresiasi. Tapi, itu cuma kelas direktur dan dirjen yang tidak punya kekuatan dan akses politik. Begitu juga dengan Andi Narogong, itu bukan pengusaha kelas taipan. Rakyat menunggu KPK, setelah alat bukti yang cukup, berani menetapkan orang-orang yang punya kekuatan politik dan punya nama beken itu sebagai tersangka. Ini baru wow.

KPK adalah alat negara, bukan alat kekuasaan. Jangan sampai KPK berubah perannya menjadi media pecintraan dan alat kepentingan. Karena itu, kerja KPK ditunggu buktinya dalam menuntaskan kasus Setnov dan kawan-kawan.

KEYWORD :

Setya Novanto kasus e ktp KPK




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :