Marlen Sitompul | Jum'at, 08/12/2017 19:12 WIB
Ilustrasi Terminal Parkir Elektronik (TPE)
Jakarta – Penggunaan alat parkir meter di tiga lokasi Terminal Parkir Elektronik (TPE) yang menjadi percontohan sejak tahun 2015 disebut menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Vice CEO PT Mata Biru, Kemas Ilham Akbar mengatakan, dengan menggunakan alat parkir meter tersebut justru meminimalisir terjadinya kebocoran pendapatan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dari perparkiran.
"Dengan meningkatnya pendapatan parkir untuk Pemprov DKI dari Rp 500 ribu per hari ke Rp 12 juta per hari artinya tingkat kebocoran sudah diminimalisir dan pendapatan Pemprov DKI dari perparkiran cukup besar dibandingkan menggunakan cara konvensional/karcis,” kata Kemas, kepada wartawan, Jakarta, Kamis (7/12).
Hal itu menanggapi adanya pemberitaan di media yang menyatakan adanya kebocoran pendapatan parkir dari alat parkir meter sehinga
Pemprov DKI Jakarta menghentikan operasi tiga TPE yang menjadi percontohan sejak 2015 di tiga lokasi yakni di Jalan Sabang, Jalan Falatehan dan di Jalan Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Pihaknya mengaku sudah menjalankan tugasnya sesuai prosedur sebagai pihak ketiga yang dipercaya
Pemprov DKI Jakarta untuk mengelola jasa perparkiran di DKI Jakarta.
"Kami sudah sangat tegas menjalankan SOP, kalau ada yang melanggar atau curang kami tindak tegas pula. Mulai dari teguran sampai pemecatan dan itu semua sudah kami lakukan,” tegaasnya.
Ia menjelaskan, perusahaannya sebagai pelopor penerapan parkir tepi jalan on street dengan menggunakan TPE, sudah cukup efektif menekan kebocoran pendapatan parkir dan meningkatkan PAD
Pemprov DKI Jakarta.
"Contoh yang di Jalan Sabang, dulu dapat Rp 500 ribu per hari, sekarang dapat Rp 12 juta per hari, dan daerah lainya sama seperti itu," terangnya.
Sebelumnya, Pemprov DKI melalui Dinas Perhubungan DKI Jakarta memutus kontrak PT Mata Biru sebagai pihak ketiga pengelola jasa perparkiran di DKI Jakarta untuk di tiga lokasi yakni di Jalan Sabang, Jalan Falatehan dan di Jalan Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Kontrak tersebut diputus lantaran hasil evaluasi banyak pertanyaan dari internal auditor terkait dengan besaran bagi hasil pendapatan, kegiatan pengelolaan, utamanya dari sisi pelayanan kepada jasa parkirnya yang tidak memenuhi Key Performance Indicators (KPI), baik sisi biaya maupun pendapatanya.
Terkait pemutusan kontrak tersebut, Kemas mengatakan saat ini sedang dilakukan perpanjangan kontrak. “Sekarang kami sedang berupaya untuk menindak lanjuti kontrak kerja kami, melalui mekanisme yang ada,” jelasnya.
Soal adanya wacana untuk kembali menggunakan karcis parkir sebagai mekanisme pembayaran lahan parkir, pihaknya menilai langkah itu sebuah kemunduran bagi pelayanan parkir khususnya di DKI Jakarta.
“Sayang sekali kalau apa yang sudah baik ini lalu kemudian menjadi mundur. Masa semua sudah pakai uang elektornik (e-Money) untuk cegah kebocoran, koq kembali ke zaman batu, harusnya kita semakin maju dong,” tegasnya.
KEYWORD :
Alat Parkir Meter Pemprov DKI Jakarta