Sabtu, 21/12/2024 21:31 WIB

Keamanan Taksi Online Lemah, Pemerintah Dinilai Tidak Tegas

Kejahatan oleh pengemudi taksi online terhadap penggunanya sudah sering terjadi di Indonesia.

iluustrasi taksi online

Jakarta - Media massa dalam beberapa hari ini kembali  memberitakan bahwa kemanan taksi daring atau taksi online lemah. Pada 18 Maret 2018 kembali tindak kejahatan dilakukan pengemudi taksi online terhadap penumpang atau penggunanya.

Perempuan bernama Yun Siska Rohani (29 tahun) dibunuh oleh pengemudi taksi online yang korban tumpangi di Bogor. Pengemudi taksi online ini melakukan pembunuhan dibantu seorang temannya.

Kejahatan oleh pengemudi taksi online terhadap penggunanya sudah sering terjadi di Indonesia. Kejahatan tersebut antara lain:

1. 11 Oktober 2017 seorang perempuan penumpang taksi online hampir diperkosa di Makasar,
2. 17 Januari 2018 seorang perempuan dirampok oleh pengemudi taksi online yang di tumpangi di Bandung,
3. 12 Pebruari 2018 seorang perempuan dicabuli dan dibuang di sekitar bandara Soekarno Hatta oleh pengemudi taksi yang ditumpangi korban.

Menurut Azas Tigor Nainggolan dari Analis Kebijakan Transportasi dan Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA), sudah banyak kasus keamanan dan kejahatan dialami pengguna taksi online. Tapi penanganan atau penyelesaian masalah kemanan atau jaminan perlindungan hukum bagi pengguna taksi online nyaris tidak ada hingga saat ini.

"Pemerintah seakan tidak berwibawa dihadapan para aplikator taksi online. Hingga saat ini pemerintah tidak berdaya mengawasi dan menegakan hukum terhadap pelanggaran keamanan atau kejahatan yang terjadi di pelayanan taksi online. Pemerintah tidak memiliki kemauan melindungi pengguna taksi online dan seakan membiarkan saja kejahatan dan masalah di taksi online," paparnya.

Semua kejadian tindak kejahatan oleh pengemudi taksi online ini membuktikan  bahwa tidak adanya Standar Pelayanan Minimum (SPM) pelayanan  taksi online terhadap penumpang atau penggunanya. Semua kejadian kejahatan oleh pengemudi taksi online tersebut juga membuktikan d bahwa tidak ada Standar  bagus dalam rekruiting pengemudi oleh aplikator taksi online hingga saat ini.

Hingga saat ini pihak pemerintah belum juga bersikap dan menunjukkan upaya menyelesaikan buruk atau lemahnya kemanan taksi online. Pemerintah terlihat tidak peduli dan diam saja tidak berani mengambil tindajan tegas terhadap aplikator yang mitra atau oengemudinya melakukan kejahatan terhadap penumpangnya. Padahal yang merekrut dan mengoperasikan para pengemudi itu adalah perusahaan aplikasi atau aplikator taksi online.   

Baru saja pengadilan Uni Eropa (European Court of Justice (ECJ) telah memutuskan bahwa Uber (taksi online) bahwa pelayanan transportasinya diawasi sebagaimana pengawasan terhadap operator taksi lainnya seperti pengaturan tanda (stiker) Lisensinya dan lain-lain. Bagaimana dengan Indonesia? Pengawasan terhadap SPM taksi umumnya (konvensional) saja lemah dan keamanan layanan taksi konvensional juga lemah sampai saat ini. Masalah keamanan taksi online dan konvensional sama-sama kemah, banyak tindak kejahatan dan belum ada penegakan peraturan serta pengawasan ketat oleh pemerintah.

Untuk itu Azas menimbau agar pemerintah harus berwibawa dalam menegakan peraturan serta mengawasi ketat SPM dalam pelayanan taksi online dan taksi konvensional. Ketegasan itu bisa dilakukan jika pemerintah menjaga kewibawaannya sendiri di hadapan pengusaha taksi konvensional dan aplikator taksi online.

KEYWORD :

taksi online keamanan kejahatan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :