| Minggu, 25/03/2018 05:41 WIB
Jakarta - Media massa dalam beberapa hari ini kembali memberitakan bahwa kemanan taksi daring atau taksi online lemah. Pada 18 Maret 2018 kembali tindak kejahatan dilakukan pengemudi taksi online terhadap penumpang atau penggunanya.
Perempuan bernama Yun Siska Rohani (29 tahun) dibunuh oleh pengemudi taksi
online yang korban tumpangi di Bogor. Pengemudi
taksi online ini melakukan pembunuhan dibantu seorang temannya.
Kejahatan oleh pengemudi taksi
online terhadap penggunanya sudah sering terjadi di Indonesia. Kejahatan tersebut antara lain:
1. 11 Oktober 2017 seorang perempuan penumpang taksi
online hampir diperkosa di Makasar,
2. 17 Januari 2018 seorang perempuan dirampok oleh pengemudi taksi
online yang di tumpangi di Bandung,
3. 12 Pebruari 2018 seorang perempuan dicabuli dan dibuang di sekitar bandara Soekarno Hatta oleh pengemudi taksi yang ditumpangi korban.
Menurut Azas Tigor Nainggolan dari Analis Kebijakan Transportasi dan Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA), sudah banyak kasus
keamanan dan
kejahatan dialami pengguna taksi
online. Tapi penanganan atau penyelesaian masalah kemanan atau jaminan perlindungan hukum bagi pengguna taksi
online nyaris tidak ada hingga saat ini.
"Pemerintah seakan tidak berwibawa dihadapan para aplikator taksi
online. Hingga saat ini pemerintah tidak berdaya mengawasi dan menegakan hukum terhadap pelanggaran
keamanan atau
kejahatan yang terjadi di pelayanan taksi
online. Pemerintah tidak memiliki kemauan melindungi pengguna taksi
online dan seakan membiarkan saja
kejahatan dan masalah di taksi
online," paparnya.
Semua kejadian tindak
kejahatan oleh pengemudi
taksi online ini membuktikan bahwa tidak adanya Standar Pelayanan Minimum (SPM) pelayanan taksi
online terhadap penumpang atau penggunanya. Semua kejadian
kejahatan oleh pengemudi taksi
online tersebut juga membuktikan d bahwa tidak ada Standar bagus dalam rekruiting pengemudi oleh aplikator taksi
online hingga saat ini.
Hingga saat ini pihak pemerintah belum juga bersikap dan menunjukkan upaya menyelesaikan buruk atau lemahnya kemanan taksi
online. Pemerintah terlihat tidak peduli dan diam saja tidak berani mengambil tindajan tegas terhadap aplikator yang mitra atau oengemudinya melakukan
kejahatan terhadap penumpangnya. Padahal yang merekrut dan mengoperasikan para pengemudi itu adalah perusahaan aplikasi atau aplikator
taksi online.
Baru saja pengadilan Uni Eropa (European Court of Justice (ECJ) telah memutuskan bahwa Uber (
taksi online) bahwa pelayanan transportasinya diawasi sebagaimana pengawasan terhadap operator taksi lainnya seperti pengaturan tanda (stiker) Lisensinya dan lain-lain. Bagaimana dengan Indonesia? Pengawasan terhadap SPM taksi umumnya (konvensional) saja lemah dan
keamanan layanan taksi konvensional juga lemah sampai saat ini. Masalah
keamanan taksi
online dan konvensional sama-sama kemah, banyak tindak
kejahatan dan belum ada penegakan peraturan serta pengawasan ketat oleh pemerintah.
Untuk itu Azas menimbau agar pemerintah harus berwibawa dalam menegakan peraturan serta mengawasi ketat SPM dalam pelayanan
taksi online dan taksi konvensional. Ketegasan itu bisa dilakukan jika pemerintah menjaga kewibawaannya sendiri di hadapan pengusaha taksi konvensional dan aplikator taksi
online.
KEYWORD :
taksi online keamanan kejahatan