Ramaikan Jazz Gunung akhir bulan ini (Foto: Instagram)
Jakarta - Menikmati indahnya semilir jazz dan merdunya kawasan pegunungan telah menjadi sebuah pengalaman yang luar biasa autentik dari para penonton Jazz Gunung selama sepuluh tahun terakhir.
Perpaduan antara menyaksikan musisi-musisi kampiun beraksi sembari menikmati kesejukan serta dahsyatnya pemandangan alam pegununungan yang beratapkan langit, berdinding cemara serta gemerlap bintang jelas sangat sulit untuk dicari tandingannya dengan festival musik di berbagai belahan dunia lain.Tak hanya menyuguhkan genre musik jazz semata melainkan pula world music, pop, funk, dub, reggae, soul, R&B hingga folk. Para musisi dan penonton yang hadir selama sembilan tahun terakhir pun berasal dari lintas generasi dan sangat beragam, datang dari berbagai latar belakang profesi, suku bangsa, ras, hingga agama.Baca juga :
Manggung Bareng Suki Waterhouse, Hayley Williams Pesembahkan Lagu Twilight untuk Robert Pattinson
Tahun ini, genap menginjak satu dasawarsa penyelenggaraan Jazz Gunung. Pergelaran jazz internasional bernuansa etnik yang diadakan di atas ketinggian 2000 meter dari permukaan laut ini akan hadir berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
Manggung Bareng Suki Waterhouse, Hayley Williams Pesembahkan Lagu Twilight untuk Robert Pattinson
Proyek album Soul of Bromo tersebut memang sengaja digarap untuk dirilis sekaligus dimainkan berbarengan dengan Jazz Gunung 2018. Bintang sengaja menginterpretasikan foto-foto lansekap Bromo yang diabadikan oleh salah seorang penggagas Jazz Gunung Sigit Pramono ke dalam komposisi jazz.
Pada tahun ini pula penghargaan khusus Jazz Gunung Award akan dianugerahkan kepada mendiang maestro pianis jazz legendaris Bubi Chen. Sebuah pementasan khusus yang didedikasikan kepada almarhum akan menampilkan beberapa musisi jazz asal kota Surabaya.Penghargaan yang sudah dilakukan sejak dua tahun lalu ini sebelumnya dianugerahkan kepada mendiang Ireng Maulana pada 2016 dan mendiang Jack Lesmana pada 2017.
Sejak penyelenggaraannya yang pertama hingga ke sepuluh nanti, tiga orang penggagas Jazz Gunung masih setia bersinergi untuk memberikan suguhan yang terbaik kepada para penonton. Mereka adalah Sigit Pramono, seorang penggemar berat Bromo yang merupakan mantan bankir nasional yang memiliki hobi fotografi dan mendengarkan jazz, serta dua bersaudara seniman ternama asal Yogyakarta, Butet Kartaredjasa dan Djaduk Ferianto.Jazz Gunung diawali dari kegelisahan seorang Sigit Pramono yang sering bolak-balik ke Gunung Bromo untuk menyalurkan hobi fotografinya di sana namun kemudian merasa miris menyaksikan pariwisata Bromo hanya diperkenalkan sebagai destinasi untuk menyaksikan matahari terbit saja. Padahal potensi pariwisata Bromo lebih dari itu. Hal ini berdampak para turis domestik maupun asing hanya berkunjung singkat saja di sana, kurang dari sehari dan kemudian pulang. Menurut Sigit, hal ini tidak banyak memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat di sekitar kaki gunung Bromo. Ia kemudian mengajak Butet dan Djaduk untuk menggagas acara Jazz Gunung, dengan harapan para turis akan tinggal lebih lama di Bromo dan menghabiskan lebih banyak uang lagi bagi masyarakat di sekitar sana. KEYWORD :Jazz Gunung Bromo Musik