Minggu, 24/11/2024 01:19 WIB

Penanganan AIDS di Indonesia Terancam Terbengkalai

Berkurangnya bantuan internasional untuk penanganan HIV/ADS di Indonesia terjadi karena Bank Dunia memberlakukan klasifikasi baru

AHF menggelar diskusi di Nusa Dua, Bali

Nusa Dua – Organisasi AIDS terbesar di dunia, AIDS Healthcare Foundation (AHF), mencemaskan berkurangnya bantuan internasional untuk penanganan penderita HIV/AIDS di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Padahal  kemampaun pemerintah Indonesia untuk menangani pengidap  HIV/AIDS  belum memadai.

“Dari sekitar 630 ribu penderita, hanya sekitar 290 ribu orang yang bisa ditangani,” kata Country Program Manager AHF Indonesia, Riki Febrian, di Nusa Dua, Bali, Kamis (11/10).

Riki menuturkan berkurangnya bantuan internasional untuk penanganan HIV/ADS di Indonesia terjadi karena Bank Dunia memberlakukan klasifikasi baru mengenai negara berpenghasilan menengah atau Middle Income Country (MIC).

Bank Dunia menetapkan negara dengan penduduk berpenghasilan 2,73 dolar AS  per hari, atau setara dengan harga secangkir kopi di banyak negara, bukan termasuk kelompok negara miskin.

“Padahal badan atau lembaga donor seperti Global Fund to Fight AIDS, Tuberculosis and Malaria, menggunakan skala penghasilan Bank Dunia untuk menentukan negara yang menerima bantuan,” terang Riki.

Karena Indonesia masuk kategori MIC, tambah Riki, maka bantuan internasional pun menyusut. Hal itu, menurut Riki, semakin memperburuk penanganan HIV/AIDS di Tanah Air, menyusul 80 persen dana penanganan HIV/AIDS di Indonesia berasal luar.

“Karena kita dianggap sudah kaya, negara-negara lain dan lembaga dana menarik dukungan,” ujarnya.

Selama berlangsungnya Pertemuan Tahunan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) di Nusa Dua, Bali, 8-14 Oktober 2018, Riki mengatakan AHF terus menyerukan agar Bank Dunia  mengubah kebijakannya terkait klasifikasi negara-negara berpenghasilan menengah (MIC).

Salah satu bentuk protesnya ialah dengan membagi-bagi `Kopi World Bank` secara gratis di seputar arena pertemuan tahunan Bank Dunia -IMF, di Nusa Dua.  Gelas kopi tersebut tertulis, “$2,73 per day is not middle income.”

AHF minta perhatian Bank Dunia melalui kopi, karena 2,7 dolar AS setara harga segelar kopi, ” tutur Advocasy and Marketing Manager AHF Asia, Marie Ko.

Penyusutan bantuan untuk penanganan HIV/AIDS di Indonesia dianggap meresahkan, mengingat dana yang diperlukan untuk itu cukup besar.

Menurut aktivis Pekumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Muvitasari,  tahun ini Indonesia memerlukan dana sebesar Rp4,2 triliun untuk menangani HIV/AIDS. Dana itu berasal dari APBN, APBD, CSR pereusahan, bantuan  berbagai negara serta sumbangan dari lembga donor internasional.

“Pada tahun 2023 nanti, dana yang diperlukan naik menjadi Rp11,6 triliun,” kata Muvitasari.

AHF merupakan organissai non profit yang berbasis di Los Angeles. Saat ini AHF menyediakan perawatan atau layanan medis kepada lebih dari 1 juta orang penderita HIV/AIDS di 41 negara , tersebar di AS, Afrika, Amerika Latin, Karibia, Asia Pasifik, dan Eropa Timur.

KEYWORD :

Bank Dunia IMF AIDS AHF




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :