Sabtu, 23/11/2024 22:57 WIB

Indonesia Punya Manuskrip Petunjuk Bencana Sejak Abad 18

Berjudul Takbir Gempa, manuskrip yang kini tersimpan di Perpustakaan Ali Hasjmy, Banda Aceh, itu menyebutkan petunjuk gempa yang berlangsung sejak Subuh hingga tengah malam dalam 12 bulan.

Ilustrasi Gempa Bumi

Jakarta – Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.

Pada bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang memanjang dari Pulau Sumatera, Jawa hingga Nusa Tenggara dan Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh rawa-rawa.

Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor. Menyadari hal itu, ternyata para nenek moyang sudah petunjuk soal gempa sejak abad ke-18.

Misalnya, manuskrip tua berbahasa arab itu menyebutkan kata smong atau seumong, yang berarti tsunami.

Ditemukan pada abad ke-19 di Zawiyah Tanoe Abee, Aceh Besar, manuskrip itu menceritakan adanya dua gempa besar yang terjadi pada Kamis Jumadil Akhir 1248 Hijriah atau 3 November 1832.

Manuskrip lainnya yang lebih tua, menurut pakar gempa Institut Teknologi Bandung Abdullah Sanny, ditemukan pada abad ke-18.

Berjudul Takbir Gempa, manuskrip yang kini tersimpan di Perpustakaan Ali Hasjmy, Banda Aceh, itu menyebutkan petunjuk gempa yang berlangsung sejak Subuh hingga tengah malam dalam 12 bulan.

"Jika gempa pada Bulan Rajab, pada waktu Subuh, alamatnya segala isi negeri bersusah hati dengan kekurangan makanan," ujar Sanny, menuturkan isi manuskrip itu dalam Bahasa Indonesia, Rabu, di Jakarta, dilansir dari Anadolu.

"Jika pada waktu gempa itu, alamatnya air laut keras akan datang ke dalam negeri itu," lanjut Sanny.

Aceh memiliki banyak manuskrip lama berisikan petunjuk gempa disertai datangnya gelombang raksasa dari laut, tutur Sanny. Mereka telah akrab dengan kata seumong atau ie beuna sejak abad ke-18.

Namun toh saat gempa melanda dasar laut Pulau Simeuleu disusul gelombang tsunami pada 2004, masyarakat belum juga siap. Bencana itu memporak-porandakan Banda Aceh dan menewaskan lebih dari 200.000 jiwa.

"Karena tradisi dari manuskrip itu sudah lama dilupakan masyarakat," kata Sanny.

Manuskrip-manuskrip warisan nenek moyang yang berisikan petunjuk gempa tak hanya dimiliki Aceh. Manuskrip serupa juga tersimpan di Sumatera Barat dan Palu.

Di Sumatera Barat, Filoloh Universitas Andalas, Zuriati, menemukan naskah Takwil Gempa yang isinya mirip dengan Takbir Gempa dari Aceh. Perpustakaan Nasional juga memiliki naskah Ramalan Gempa yang entah siapa pengarangnya.

Manuskrip-manuskrip itu menunjukkan bahwa gempa bumi dan tsunami adalah masalah klasik, sudah berlangsung sejak lama di Indonesia.

Gempa dan tsunami Aceh misalnya, kata Sanny, berlangsung setiap 120 tahun sekali. Sedang gempa Palu akibat patahan sesar Palu-Koro berlangsung setiap 60 tahunan. "Masyarakat Palu juga memiliki manuskrip gempa dan tsunami seperti Aceh serta Sumatera Barat," ujar Sanny.

Seperti kedua wilayah itu, masyarakat Palu dan sekitarnya tak siap saat gempa berkekuatan 7,4 SR disusul tsunami terjadi pada 28 September 2018.

KEYWORD :

Fakta Unik Gempa Bumi Wilayah Indonesia




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :