ilustrasi pernikahan (foto: shutterstock)
Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan mempelajari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian gugatan uji materi Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, terkait batas usia perkawinan anak.
Untuk hal tersebut MUI akan membentuk sebuah tim yang akan melakukan penelitian dan pengkajian terhadap putusan tersebut dan pada saatnya nanti MUI akan memberikan pendapat dan pandangan secara konprehensif.
Wakil Ketua MUI Zainut Tauhid Sa`adi mengingatkan kepada semua pihak bahwa UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi umat Islam bukan hanya sekedar mengatur norma hukum positif dalam perkawinan tetapi juga mengatur sah dan tidaknya sebuah pernikahan menurut ajaran agama Islam.
"UU tersebut memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi dan ikatan emosional dengan umat Islam. Sehingga kami mengimbau kepada semua pihak untuk bersikap arif dan berhati-hati jika berniat untuk mengubahnya," tuturnya.
Pihaknya khawatir meskipun putusan MK mengamanatkan untuk melakukan perubahan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan diserahkan melalui mekanisme pembahasan di DPR paling lambat 3 tahun sejak putusan diketok dan hanya dibatasi terhadap pasal 7 ayat (1) saja.
Namun pada prakteknya begitu masuk menjadi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan diusulkan dalam bentuk Rancangan Undang-undang (RUU), DPR bisa saja membuka ruang untuk mengubah dan membongkar pasal lainnya. Jika hal itu terjadi berarti putusan MK hanya dijadikan pintu masuk untuk mengamandemen UU No 1 Tahun 1974 secara keseluruhannya.
MUI berpandangan bahwa UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan meskipun usianya sudah cukup tua tetapi masih relevan untuk tetap diberlakukan sehingga tidak perlu ada revisi atau perubahan
Usia Perkawinan Perkawinan Anak Pendapat MUI