Kelapa sawit (Foto: Ist)
Jakarta – Perusahaan minyak sawit raksasa Indonesia Indofood telah mengumumkan rencananya untuk keluar dari skema sertifikasi minyak sawit terbesar dunia, Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).
Indofood tidak mengajukan rencana tindakan perbaikan yang diwajibkan RSPO pada bulan November 2018 untuk menanggapi lebih dari dua puluh pelanggaran terhadap Prinsip dan Kriteria RSPO, serta 10 pelanggaran peraturan perundangan Indonesia yang ditemukan di perkebunan Indofood.
“Indofood telah menunjukkan identitas yang sebenarnya: perusahaan yang melanggengkan praktik eksploitasi buruh dalam industri yang dikenal bukan karena standarnya yang tinggi. Sudah bertahun-tahun kita mengetahui bahwa Indofood tidak berkelanjutan, dan kini saatnya RSPO menegakkan standar sertifikasinya dan peraturan keanggotaannya,” kata Herwin Nasution, Direktur Eksekutif lembaga Indonesia yang bergerak dalam bidang hak-hak buruh.
Utang Negara Bisa Lunas Hanya Dengan Sawit?
“Pernyataan Indofood untuk keluar dari RSPO menunjukkan untuk kesekian kalinya bahwa perusahaan ini telah menolak untuk memperbaiki pelanggaran hak buruh yang secara sistematis terjadi.”
Investigasi perkebunan kelapa sawit Indofood diawali dengan adanya pengaduan terhadap perusahaan tersebut yang diajukan oleh Rainforest Action Network (RAN), International Labor Rights Forum (ILRF) dan lembaga Indonesia yang bergerak dalam bidang hak buruh yaitu Organisasi Penguatan dan Pengembangan Usaha-Usaha Kerakyatan (OPPUK) pada Oktober 2016. RSPO diharapkan untuk menangguhkan Indofood dari sistem sertifikasinya tapi sampai saat ini belum melakukan tindakan tersebut.
RSPO mengeluarkan surat ke Indofood tertanggal 25 Januari 2019 dan memberi perusahaan waktu sampai akhir hari ini untuk menanggapi. Indofood merupakan salah satu perusahaan kelapa sawit terbesar di Indonesia, dan akan menjadi perusahaan terbesar yang kehilangan keanggotaan RSPO jika ditindak. Para LSM menilai aksi yang dilakukan Indofood merupakan upaya perusahaan untuk melepas tanggung jawab untuk menghormati hak buruhnya, suatu tindakan yang tidak diharapkan terjadi oleh RSPO sendiri.
“Ini harus menjadi titik terakhir bagi semua perusahaan yang menjalani mitra usaha dengan Indofood. PepsiCo dan Wilmar sudah berhenti memasok minyak sawit dari IndoAgri. Sudah saatnya mereka memutus hubungan kemitraan usaha patungannya dengan perusahaan ini. Jika tidak, maka mereka dengan sadar melanjutkan hubungan usahanya dengan perusahaan yang terlibat dalam perilaku ilegal dan tidak etis tanpa adanya rasa penyesalan,” ujar Robin Averbeck, Direktur Kampanye Agribisnis dari Rainforest Action Network (RAN).
Banyak perusahaan pembeli minyak sawit yang mengaku telah memutuskan hubungannya dengan Indofood sebelum sanksi tersebut diberikan, termasuk diantaranya Nestle, Musim Mas, Cargill, Fuji Oil, Hershey’s, Kellogg’s, General Mills, Unilever, dan Mars.
Akan tetapi, banyak perusahaan lain yang masih memiliki hubungan usaha dengan Indofood dan dengan demikian terus terkait dengan pelanggaran hak-hak buruh yang dilakukan Indofood, seperti mitra usaha patungannya PepsiCo, Wilmar dan Yum! Brands, serta investor dan peminjam modal Indofood, antara lain BlackRock, Rabobank, dan bank-bank Jepang seperti Grup SMBC, Mizuho Financial Group dan Mitsubishi UFJ Financial Group (MUFG).
Dalam pengumumannya, Indofood menyatakan akan memfokuskan upaya keberlanjutannya kepada Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang banyak mendapatkan kritik dari organisasi masyarakat sipil Indonesia karena belum dapat sepenuhnya menjamin prinsip-prinsip keberlanjutan dalam pengelolaan industri minyak sawit.
RAN, ILRF dan OPPUK akan terus meminta Indofood untuk menyelesaikan pelanggaran hak-hak buruh yang terus terjadi dan untuk mengadopsi kebijakan ‘No Deforestation, No Peatland and No Exploitation’ yang berlaku untuk Indofood, keseluruhan Salim Grup dan pemasok pihak ketiga.
Pers Rilis yang termuat di jurnas.com merupakan kiriman langsung dari pihak yang terlibat langsung dalam pernyataannya.
KEYWORD :Pers Rilis Kelapa Sawit Indofood Rainforest Action Network