Jum'at, 01/11/2024 08:30 WIB

Pengamat: RUU SDA Perlu Penjabaran secara Tegas

Pasalnya, aturan yang ada saat ini masih terkesan normatif, sehingga menimbulkan berbagai interprestasi yang berbeda-beda.

Air Bersih

Jakarta, Jurnas.com – Ahli Hidrogeologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Heru Hendrayana menilai Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air (RUU SDA) perlu dijabarkan secara tegas. Pasalnya, aturan yang ada saat ini masih terkesan normatif, sehingga menimbulkan berbagai interprestasi yang berbeda-beda.

“Apakah itu soal pemberian izin, lokasi pengelolaan, atau berapa besar jumlah air yang diusahakan atau apanya. Demikian juga mengenai syarat, harus dijelaskan syarat apa saja yang harus dipenuhi oleh swasta yang akan dilibatkan dalam lingkup pengusahaan air itu,” terang Heru pada Kamis (28/2) di Jakarta.

Menurut Heru, hal-hal semacam itu menjadi pokok penting yang mesti dipertegas. Tujuannya ialah, agar mereka yang memiliki izin atas pengusahaan air memiliki kompetensi yang mumpuni.

Apalagi jika dalam pembatasan dan prasyarat ini, pemerintah telah mempertimbangkan faktor penilaian risiko pada air tanah, baik kuantitas maupun kualitas, untuk meminimalisasi dampak negatifnya.

“Agar eksploitasi dan monopoli pengelolaan SDA tidak terjadi, maka dibutuhkan keterlibatan pemerintah lewat pemberdayaan perusahaan milik pemerintah dengan bermitra dengan swasta,” kata dia.

Sementara hal penting lainnya, lanjut Heru, ialah mengenai definisi penguasaan terhadap sumber daya air yang juga harus diperjelas. Demikian juga pengendalian izin, harus menjamin tidak adanya monopoli terhadap izin pengusahaan sumber daya air bagi perorangan atau badan hukum tertentu.

“Dalam RUU SDA, secara umum masih terlihat adanya ketimpangan antara pengaturan terhadap sumber daya air tanah dan air permukaan,” tuturnya.

Menurut Heru, seharusnya kedua macam sumber daya air tersebut diatur secara seimbang dan menunjukkan adanya kesatuan dalam pengelolaannya. Dalam RUU SDA, yang ada ialah pengaturan pengelolaan sumber daya air lebih cenderung berbasis pada pengelolaan sumber daya air permukaan, sedangkan dasar pengelolaan sumber daya air tanah tidak banyak digunakan dan tidak banyak disinggung.

Padahal, kata Heru, pemanfaatan dan permasalahan sumber daya air lebih banyak pada sumber daya air tanah. “Demikian juga masalah kelembagaan yang mengatur kedua sumber daya air tersebut, sangatlah tidak seimbang,” ucapnya.

Heru menambahkan, pemanfaatan sumber daya air yang berasal dari sumber air permukaan saat ini hanya 10%, sementara sekitar 90% lainnya berasal dari air tanah. “Dengan demikian, perlu penegasan dalam RUU SDA tentang dorongan untuk memprioritaskan pemanfaatan air permukaan, dan ketergantungan pemanfaatan terhadap air tanah dapat dikurangi,” tandas Heru.

KEYWORD :

RUU SDA




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :