Jum'at, 22/11/2024 23:01 WIB

Empat Desainer ini Keluar dari Pakem Mode Mainstream

Empat desainer ini mengeksplorasi medium fashion untuk menyuarakan isu kebebasan berekspresi.

Gelaran Fashion ForWords di Jakarta (Foto: Istimewa)

Jakarta, Jurnas.com - Fashion ForWords dibuka secara resmi oleh perancang busana ternama Auguste Soesatro. Rangkaian acara diawali dengan sebuah pentas fesyen yang disutradarai oleh Heliana Sinaga, dan menampilkan karya-karya dari empat seniman: Ayudilamar, A. Andamari, Wangsit Firmantika, dan Kolektif As-Salam.

Desainer Ayudilamar, berkolaborasi dengan Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP), yang memperjuangkan hak-hak dan kesetaraan bagi para buruh.

Sehari-hari para buruh menjahit ratusan baju di pabrik, tapi tak pernah memiliki sendiri baju-baju itu, tidak diundang ke peluncuran koleksi baju itu, dan tidak mendapat bagian keuntungan dari penjualan baju-baju itu.

Untuk karyanya di Fashion ForWords, Ayudilamar membalik semua itu. Ia membuat pakaian untuk delapan orang buruh perwakilan FBLP, berdasarkan gambaran dari mereka dan wawancara tentang siapa mereka, apa kegelisahan dan kekuatan mereka. Para perwakilan buruh ini juga tampil sebagai model di pentas Fashion ForWords.

A. Andamari mempertunjukkan empat karya yang menanggapi intaian terhadap tubuh dan pakaian perempuan. “Tubuh perempuan terus-menerus dilihat sebagai objek. Perempuan tidak merasa aman, tidak dapat bergerak bebas dan mengekspresikan diri,” kata Andamari.

Dalam karyanya Men.On.Pause, Wangsit Firmantika merekonstruksi pakaian laki-laki yang ditemukannya di toko-toko dan memadukannya dengan unsur-unsur lain, seperti tutu dan boneka. “Pakaian untuk laki-laki selalu terbatas dalam pilihan variasi, bentuk, dan warna,” kata Wangsit.

Hal ini membuat masyarakat cenderung mencemooh ketika melihat laki-laki berdandan di luar kebiasaan. Padahal, laki-laki punya banyak sekali ragam ekspresi. Karyanya mengajak kita merombak asumsi kita tentang laki-laki: ia tak mesti kasar, jorok, atau kekar. Ia boleh saja menangis, suka memasak, atau apa pun.

Kolektif As-Salam menawarkan pakaian-pakaian muslim sehari-hari yang bervariasi, didesain dengan berbagai lambang dan pesan progresif, dengan dan tanpa hijab. “Ini bentuk protes kami terhadap wajah Islam yang kini semakin diseragamkan, bahkan menjauh dari hal-hal yang manusiawi,” kata para anggotanya, FS Putri Cantika,
Eliza Vitri, dan Yuri Nasution.

Pun mereka ingin menampilkan pengalaman keseharian anak muda Islam Indonesia yang beragam, dalam bentuk pakaian.

Penyelenggara Fashion ForWords berharap dapat menarik minat kalangan yang lebih luas untuk memperhatikan isu-isu represi terhadap kebebasan berekspresi, di dunia fesyen dan di masyarakat.

“Kebebasan berekspresi esensial bagi demokrasi dan kehidupan pribadi, dengan kebebasan berekspresi kita dapat mengkritik pemerintah, kita bisa leluasa berkarya, dan kita dapat merasa aman menjadi diri sendiri," kata Eliza.

KEYWORD :

Fashion ForWords Fashion Membebaskan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :