Ilustrasi kisah sahabat Nabi Muhammad
Jakarta, Jurnas.com - Syekh Shafiyurrahman Al-Mubarakfury dalam karyanya berjudul “Ar-Rahiqul Makhtum” berkisah, ketika usia Rasulullah Muhammad SAW berusia 12 tahun, sang paman Abu Thalib mengajaknya melakukan perjalanan dagang ke Syam, yang saat itu berada di bawah kekuasaan bangsa Romawi.
Di gunung pasir sambungan Jabal Hauran terdapat tempat bertapa dan puncak pasirnya dijadikan tempat duduk. Di atas pasir itu pendeta sakti bernama Buhaira—dalam keterangan lain disebutkan bernama Jurjis— duduk memperhatikan daerah pelataran tanah Syam.
Buhaira merasa heran melihat awan putih berjalan memayungi kafilah unta yang sedang berjalan beriringan. Saat mereka berhenti di kaki gunung pasir tempat pendeta itu duduk, lalu membuat perkemahan dan beristirahat di pinggir kali yang kering, awan putih pun turut berhenti. Tidak lama kemudian awan putih menghilang, diganti oleh pohon-pohon yang condong sehingga daun-daunnya bisa dipegang.
Pohon dan daun yang condong memayungi seorang anak yang sedang duduk beristirahat. Melihat hal itu, batin Buhaira merasa yakin terhadap apa yang tertera dalam kitab bahwa akan muncul seorang nabi terakhir untuk seluruh manusia dan akan diagung-agungkan oleh semua orang.
Dilansir situs NU Online, Tanda-tanda di depan mata itulah buktinya. Buhaira segera turun dari gunung pasir dan memerintahkan kepada para pengiringnya untuk mempersiapkan makanan dan minuman untuk menyambut para tamu.
Buhaira sendiri terus bersembunyi dan memperhatikan tamunya yang sedang makan. Ia sebenarnya masih bingung sebab di antara tamunya itu tidak ada seorang pun yang sesuai dengan ciri-ciri yang disebutkan dalam kitabnya.
Ibn Katsir dalam al-Sirah al-Nabawiyah menerangkan, sesudah jamuan selesai, Buhaira mendekati Muhammad dan duduk dekat sekali, lalu berkata, “Demi Lata dan Uzza, aku ingin mengetahui keadaanmu yang sebenarnya”, sengaja dia mengucapkan sumpah demi Lata dan Uzza karena ingin mengetahui reaksi Muhammad.
Prabowo dan Cak Imin Shalawatan di Istiqlal
Sayidina Muhammad lantas berkata, “Bapak jangan sekali-kali menyebut demi Lata dan Uzza yang sangat dibenci Allah!” Buhaira cepat-cepat menjawab, “Baiklah, demi Allah, aku tidak akan berbuat itu lagi.
Setelah Buhaira berbincang-bincang tentang rumah, keluarga, impian-impian, dan hal-hal lain pada diri Muhammad, rombongan tersebut mohon undur. Buhaira masih belum puas akan bukti yang diterimanya.
Tapi Allah memang ingin memperjelas bahwa Muhammad adalah benar-benar seorang nabi. Ketika Muhammad berdiri, kerah jubahnya tersingkap sehingga Buhaira melihat dengan jelas bahwa di pundaknya ada tanda kenabian (khatim an-nubuwah) sesuai dengan isi kitab yang dibacanya.
Buhaira menjadi semakin yakin dan segera mendekati Sayidina Abu Thalib untuk memberitahukan tentang tanda-tanda kenabian Muhammad yang ada dalam kitab yang dia baca itu. Abu Thalib langsung percaya sebab Buhaira memang sudah terkenal keilmuannya.
Buhaira memberikan pesan agar Abu Thalib menjaga Muhammad dan menganjurkannya untuk segera membawa pulang, sebab yang akan mencelakakan Muhammad datang dari orang Yahudi. Kalau mereka tahu bahwa nabi terakhir yakni Muhammad sudah lahir, akan berbahaya bagi keselamatan Muhammad.
Dalam kitab Al-Ma’arif sebagaimana dikutip oleh Ibn Katsir, Ibn Qutaibah mengatakan bahwa sebelum kedatangan Islam, sebaik-baik orang pada masa Jahiliyah ada tiga orang; (1) Buhaira, (2) Wara’ab ibn Barra’, (3) al-Muntadhar. Orang ketiga yang al-Muntadhar bermakna “orang yang ditunggu-tunggu”, Ibn Qutaibah mengartikannya sebagai Muhammad. Nabi terakhir bagi seluruh umat manusia yang diberikan mandat untuk mengemban misi rahmatan lil ‘alamin.
KEYWORD :Hikmah Ramadan Nabi Muhammad Kisah Islam