Yenny Wahid (Foto: Muti/Jurnas.com)
Jakarta, Jurnas.com - Sebagai Presiden ke-3 Republik Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie dikenal sebagai `Bapak Demokrasi`. Sebutan itu diberikan, karena teknokrat jenius tersebut membuka ruang berpendapat seluas-luasnya, untuk kali pertama sejak Orde Baru tumbang.
Namun malang, sebagai `Bapak Demokrasi`, Habibie pula harus menjadi korban pertamanya. Demikian penuturan putri Presiden ke-4 RI, Yenny Wahid usai menziarahi makam Habibie pada Kamis (12/9).
"Beliau membuka ruang demokrasi seluas-luasnya. Tapi beliau pula menjadi korban pertama dari kebebasan berpendapat tersebut, karena banyak dikritik," kata Yenny kepada awak media.
Kendati akhirnya memutuskan mengundurkan diri sebagai presiden, setelah muncul kontroversi buntut dari lepasnya Timor-Timur pada 1999, Habibie menurut pandangan Yenny tidak pernah surut mencintai Indonesia.
Hingga akhirnya menghembuskan napas terakhir pada Rabu (11/9) di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD), Habibie tetap menyuarakan pesannya untuk generasi muda Indonesia.
"Kritik itu diterima dengan logowo, ikhlas, karena tahu untuk mendidik anak, kadang-kadang orang tua harus menjadi korban dulu," ujar Yenny.
Yenny ingat, dalam pembicaraan terakhirnya dengan Habibie pada Juli lalu, dia berpesan agar keluarga Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tidak lelah berjuang untuk demokrasi, kebhinekaan, dan toleransi.
"Beliau ingin masyarakat dari suku dan agam yang berbeda, bisa hidup harmonis dalam wadah NKRI. Beliau ingin anak bangsa berlomba mencari ilmu pengetahuan, memberikan karya, dan berkontribusi positif," tandas dia.
KEYWORD :Yenny Wahid BJ Habibie Demokrasi