Sabtu, 23/11/2024 18:32 WIB

KPK Diminta Jemput Dirut PT. KBN Sattar Taba

Saat ini rakyat sangat kecewa dengan KPK, ada dugaan korupsi di depan mata tapi para komisioner KPK pura-pura tidak tahu.

Potongan surat yang ditembuskan ke Menko Polhukam

Jakarta, Jurnas.com - Koordinator Aliansi Lembaga Analisis Kebijakan dan Anggaran (Alaska) Adri Zulpianto menyebut Direktur PT. Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Sattar Taba terindikasi terlibat dalam menghalangi investasi pembangunan Pelabuhan Marunda.

Indikasi itu, kata Adri, memiliki benang merah dengan beredarnya surat yang mirip logo Kemenko Polhukam dan ditujukan kepada Deputi Bidang Hubungan Kelembagaan dan kemasyarakatan, Kemensetneg.

Surat ini ditembuskan kepada Menko Polhukam, Mensesneg, Ketua Pokja IV Satgas Percepatan Kebijakan Ekonomi Kemenko Perekonomian, Inspektur Kemenko Polhukam dan Direktur Utama PT. Karya Cipta Nusantara.
 
Lampiran yang tertulis dalam surat tersebut adalah Permohonan Perlindungan dan kepastian Hukum proyek Non APBN/APBD di bidang kepelabuhan. Surat tersebut bernomor B. 2238/HK.00.01/10/2019 dan ditandatangani atas nama Deputi Bidkor Hukum dan HAM Dr. Fadil Zumhana. Dan ada enam poin yang tertulis dalam surat yang dikeluarkan pada 29 Oktober 2019 silam itu.
 
Menurut Andri, beredarnya surat yang diduga berasal dari Kemenkopolhukam dan beredar di kalangan public tersebut, mengindikasikan ada peran Direktur PT. Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Sattar Taba dalam menghalangi investasi pembangunan Pelabuhan Marunda
 
Adri pun meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera memanggil atau menjemput Sattar Taba. Sebab, disebutkan Andri, dugaan korupsi di PT. KBN sudah dilaporkan oleh KBNU Jakarta Utara kepada KPK.

"Saat ini rakyat sangat kecewa dengan KPK, ada dugaan korupsi di depan mata tapi para komisioner KPK pura-pura tidak tahu dan seperti ketakutan dengan KBN," ujar dia dalam keterangan tertulisnya.

Sementara itu, pengamat politik Karyono Wibowo mengatakan, jika benar surat tersebut berasal dari Kemenko Polhukam ada beberapa hal yang substansial.

Pertama, surat tersebut mengindikasikan sudah ada putusan Mahkamah Agung (MA) dengan putusan No. 2226 K/PDT/2019 yang membatalkan seluruh putusan tingkat pertama dan banding, sehingga dengan demikian perkara tersebut telah memiliki putusan berkekuatan hukum tetap, sebagaimana disebutkan dalam surat yang mirip logo Kemenko Polhukam tersebut.

Kedua, yang menarik adalah perihal surat tentang permintaan perlindungan hukum oleh pihak PT. KCN, berarti menunjukkan ada ketakutan dari pihak PT. KCN.

“Pertanyaannya, mengapa PT. KCN merasa perlu meminta perlindungan hukum. Jangan-jangan ada tekanan yang luar biasa dari pihak tertentu. Atau PT. KCN hanya ingin ada kepastian hukum. Jika sudah ada putusan hukum yang final dan mengikat mengapa harus ketakutan jika tidak ada tekanan," kata Karyono menanyakan.

Karyono mengungkapkan, jika benar sudah ada putusan MA yang memenangkan PT. KCN dan menolak gugatan tingkat kasasi PT. Kawasan Berikat Nusantara (KBN) dan membatalkan seluruh hasil putusan pengadilan tingkat pertama dan kedua, maka semestinya menjadi pintu masuk KPK untuk menindaklanjuti dan mendalami dugaan kasus korupsi Direktur Utama PT. KBN HM. Sattar Taba.

“Karena kasusnya dugaan korupsinya sudah dilaporkan ke KPK dan telah menjadi sorotan publik hingga saat ini,” tandas dia.

Sementara itu, hingga berita ini ditutunkan pihak Kemenko Polhukam belum memberikan jawaban pasti perihal surat yang mirip logo Kemenko Polhukam tersebut. 

KEYWORD :

PT KBN KPK Pelabuhan Marunda




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :