Guru madrasah
Jakarta, Jurnas.com - Nasib para guru yang mengajar di sekolah swasta kelas menengah ke bawah terbilang miris. Bagaimana tidak, sekolah hanya mampu menggaji guru seadanya akibat keterbatasan finansial.
Demikian disampaikan oleh Ketua Lembaga Pendidikan (LP) Maarif Nahdlatul Ulama (NU) Arifin Junaidi, dalam diskusi `Sekolah Swasta Masih Dibutuhkan?` yang digagas Center for Regulations and Development Analysis, pada Selasa (10/12) kemarin.
Sering kali di awal, kata Arifin, madrasah-madrasah LP Maarif NU menetapkan jumlah tertentu sebagai biaya pendidikan terhadap orang tua siswa.
Namun apa hendak dikata, sejumlah madrasah LP Maarif NU terpaksa membatalkan kebijakan tersebut, hanya karena ketidakmampuan ekonomi orang tua murid.
"Banyak sekolah kami yang digratiskan karena sekolah-sekolah yang levelnya di bawah kalau ditarik bayaran Rp15 ribu saja, mereka (memilih) tidak sekolah. Di Madura juga seperti itu," ungkap Arifin.
Kondisi ini membuat sekolah pada akhirnya kesulitan memberikan gaji yang layak untuk tenaga pendidiknya. Di LP Maarif NU, misalnya, masih banyak guru yang menerima Rp100 ribu per bulan.
"Tapi Alhamdulillah, guru di sini kalau ditanya gaji mereka jawab Rp2 juta. Rp100 ribu diterima di sini (dunia), yang Rp1,9 juta di surga," kelakar dia.
Sementara praktisi pendidikan, Indra Charismiadji mendorong pemerintah menerbitkan regulasi khusus sekolah swasta. Pasalnya, saat ini sekolah swasta yang ada harus mengikuti regulasi yang sama dengan sekolah negeri.
"Analoginya sekolah negeri itu seperti ayam negeri yang harus dikasih makan. Sedangkan swasta itu ayam kampung. Biarkan mereka (swasta) itu berkreasi, tanpa harus diatur-atur seperti negeri," kata Indra.
Tidak adanya regulasi khusus sekolah swasta juga menjadi penyebab kacaunya mutu sekolah swasta di Indonesia, menurut Indra.
Dia menyontohkan, di Surabaya sekolah swasta dipaksa menerima siswa dari keluarga miskin, akibat sekolah negeri sudah diisi oleh anak-anak dari kalangan orang kaya.
"Harusnya bisa bagi-bagi tugas. Negeri fokus untuk akses, sehingga tidak ada lagi anak miskin ditolak di sekolah negeri. Sedangkan swasta khusus untuk mutu, karena orang bayar, dan rata-rata dari menengah ke atas," terang Indra.
Di sisi lain, lanjut Indra, swasta kerap menjadi korban saat pemerintah membangun sekolah negeri di wilayah yang sudah terlebih dahulu diisi oleh swasta.
Konsekuensinya, swasta akan kehilangan siswa karena orang tua akan berbondong-bondong memindahkan anaknya dari swasta ke negeri, dengan alasan gratis.
"Kalau sekarang negerinya gratis kan kalah swastanya. Makanya judulnya masih dibutuhkan enggak sih sekolah swasta? Kalau masyarakat bilang jelas, buktinya sekolah negeri tidak memenuhi kebutuhan dari segi akses. Apalagi dari segi mutu," ujar Indra.
"(Apalagi) yang paling mengganjal adalah aturan sekolah swasta sama dengan negeri. Padahal itu berbeda. Wong satunya gratis, satunya bayar," imbuh dia.
KEYWORD :Guru Swasta LP Maarif NU Pendidikan Gaji