Hasanuddin
Jakarta, Jurnas.com - Ketua Asosiasi Daerah Penghasil Panasbumi Indonesia (ADPPI) Hasanuddin menilai Rancangan Undang-Undang Energi Baru Dan Terbarukan (RUU EBT) belum memadai untuk pengaturan pemanfaatan panas bumi sebagai salah satu sumber energi terbarukan yang potensial di masa depan.
“Draft ini masih bersifat umum dan belum mengatur secara komprehensif pemanfaatan panas bumi. Oleh karena itu, RUU itu masih berpotensi menimbulkan ketidakpastian dalam pengembangan panasbumi ke depan,” kata Hasanuddin melalui pesan tertulis yang diterima Jurnas.com, Sabtu (25/01/2020).
Menurutnya, pengembangan panas bumi memiliki sifat khusus dan spesifik, sehingga seharusnya diatur secara khusus pula dalam undang-undang yang bersifat lex spesialis.
Dengan demikian, dalam draft RUU EBT perlu ditambahkan satu pasal berkenanan sumber daya energi terbarukan panas bumi, yaitu pemanfaatan panas bumi diatur dalam dalam Undang - undang tersendiri.
“Sebagaimana diketahui, pemanfaatan panas bumi telah diatur melalui UU Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panasbumi. Dengan demikian, harus ada tambahan pasal dalam RUU EBT agar pengaturan pemanfataan panas bumi seluruhnya mengacu pada UU Nomor 21 tersebut,” jelasnya.
Ditambahkannya, dalam draft itu disebutkan bahwa pemanfaatan EBT seterusnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah atau PP.
“Itu mengartikan bahwa panas bumi juga akan diatur oleh PP, jika pemanfataannya diatur hanya lewat PP, jelas tidak akan memadai dan tetap akan berdampak pada ketidakpastian. Seharusnya diatur oleh Undang-undang Panas bumi, kan Undang-undang Panas bumi sudah ada,” ujarnya.
Oleh karena itu, lanjut Hasanuddin, ADPPI mendorong adanya pembahasan lebih lanjut mengenai RUU EBT ini untuk menambahkan satu pasal mengenai pemanfaatan panas bumi melalui Undang-Undang tersendiri, yaitu UU Panas bumi.
KEYWORD :Hasanuddin Panas Bumi RUU EBT