Jakarta - Meski APBN Perubahan 2016 kini tengah berjalan setelah disetujui pemerintah dan DPR pada Juni lalu, Pemerintahan Joko Widodo pada Sidang Kabinet Paripurna memutuskan, pemerintah memutuskan akan merevisi kembali APBN yang usianya tinggal sekitar lima bulan lagi itu.
Keputusan itu dikeluarkan setelah melihat kondisi riil pada tahun ini. Dengan demikian diharapkan APBN yang dijalankan merupakan anggaran yang kredibel dan solid. Salah satu kondisi riil itu adalah realisasi penerimaan perpajakan yang tidak memenuhi target dalam APBN.
Menurut Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam dua tahun terakhir, realisasi tersebut mengalami tekanan berat dengan jatuhnya harga komoditas, seperti migas, batu bara, dan kelapa sawit. "Dengan kondisi itu, Kemenkeu melaporkan penurunan potensi pajak tahun 2016 yang cukup besar karena basis penghitungan tahun 2016 masih tinggi," kata Menkeu.
Yang lainnya, sektor perdagangan dan konstruksi juga tertekan terlihat dari volume yang hanya tumbuh separuh dari tahun sebelumnya. Selain itu melemahnya kondisi perdagangan global menyebabkan ekonomi Indonesia juga mengalami kontraksi dari 2015 hingga 2016.
Menkeu memperkirakan penerimaan pajak pada tahun ini akan kurang Rp219 triliun dari target. Ini seperti yang terjadi pada dua tahun anggaran sebelumnya, yakni 2014 dan 2015 masing-masing kurang sekitar Rp100 triliun dan Rp249 triliun. Sehingga, Menkeu mengusulkan penghematan belanja kementerian/lembaga (K/L) sekitar Rp65 triliun dan belanja ke daerah sekitar Rp68 triliun.
Kemudian pada Asumsi makro pada APBN 2016 akan tetap sama kecuali kurs yang berubah dari angka di APBNP 2016 sebesar Rp13.500 menjadi Rp13.300 per dolar AS. Defisit diperkirakan menjadi 2,5 persen, meningkat dari 2,35 persen, sehingga ada tambahan pembiayaan sekitar Rp17 triliun.
Menkeu menyebutkan untuk postur RAPBN 2017 yang akan disampaikan ke DPR, pemerintah akan menggunakan angka-angka yang selama ini disetujui dalam pembahasan awal bersama DPR. Penyesuaian belanja pemerintah untuk menjaga defisit anggaran akan dilakukan tanpa mengajukan kembali revisi APBN Perubahan 2016. "Berdasarkan UU APBNP 2016, sebetulnya di pasal 26 mengamanatkan kami bisa melakukan penyesuaian itu tanpa APBNP," kata Sri.
Sri memastikan penyesuaian belanja tersebut akan dilakukan sesuai amanat UU Keuangan Negara agar pengelolaan keuangan negara dapat lebih efektif, transparan dan bertanggung jawab serta memperhatikan aspek keadilan dan kepatutan. Kemudian penyesuaian belanja ini akan dilakukan dengan taat secara hukum dan kredibel sesuai dengan perkembangan ekonomi saat ini.
Sri menambahkan penyesuaian tersebut akan dilakukan berupa pemotongan belanja K/L dan belanja transfer ke daerah Rp68,8 triliun, terutama bagi belanja nonprioritas yang selama ini tidak terserap dengan baik. "Kita akan melakukan berdasarkan kriteria, yang tidak mengurangi kemampuan APBN untuk mendorong ekonomi. Termasuk belanja tidak prioritas yang tidak mengurangi daya dorong serta tidak mengurangi kemiskinan dan kesenjangan," ujarnya. (Ant)
KEYWORD :
Sri Mulyani APBN