Sabtu, 23/11/2024 15:38 WIB

Penasihat Ahli Kapolri: Ada Kegamangan Hukum dalam Penanggulangan Covid-19

Bahkan aparat TNI/Polri serta Satpol PP di lapangan kerap tak bisa menjelaskan karena adanya pertentangan peraturan.

Prof. Muradi, Penasihat Ahli Kapolri

Jakarta, Jurnas.com - Kebijakan pemerintah dalam menanggulangi Pandemi Covid-19 mengalami problematika di lapangan, khususnya terkait penegakan aturan hukum oleh aparat.

"Sejauh ini, kita lihat masalah penindakan dalam kebijakan penanganan pandemi Covid-19 masih lemah. Maka secara legal formal aturannya harus diperkuat agar efektif," ujar Penasehat Ahli Kapolri, Prof.Muradi, Ph.D dalam diskusi online yang digelar Indonesian Public Institute (IPI) bertema "Implikasi Pandemi COVID-19 Dalam Perspektif Sosial, Ekonomi, Politik, Hukum dan Keamanan" Senin (18/5/2020) malam.

Diskusi itu menghadirkan sejumlah narasumber, masing-masing Dr. Yustinus Prastowo (Staf Khusus Menteri Keuangan), Daisy Indira Yasmine, S.Sos., M.Soc.Sci (Sosiolog UI), Stanislaus Riyanta (Pakar Intelijen dan Keamanan UI), Pahala Nainggolan (Deputi Bidang Pencegahan KPK), Direktur Eksekutif IPI Karyono Wibowo, serta moderator Dinnur Garista W (Sekjen DPP Persaudaraan Pemuda Etnis Nusantara).

Prof Muradi mengatakan, ada kegamangan terkait aturan UU Karantina Wilayah yang dipakai dalam penanganan Covid-19. Bahkan aparat TNI/Polri serta Satpol PP di lapangan kerap tak bisa menjelaskan karena adanya pertentangan peraturan.

Ia menyontohkan, ketika Satpol PP melakukan pelarangan masyarakat suami-istri duduk berdekatan dalam kendaraan, ataupun masyarakat parkir mobil depan rumah, secara aturan hukum jelas sangat lemah dan dapat diperdebatkan. Tidak ada hukum formal yang mengaturnya.

"Kemudian misalnya aturan tidak boleh mudik, bagaimana aturan formalnya. Tidak jelas," ujar Prof Muradi.

Lebih jauh ia menyebut pertentangan lebih keras tentu akan terjadi, manakala aturan masyarakat diharuskan diam di rumah saja, tapi tidak punya uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

"Kalau kebutuhan terpenuhi mungkin tidak jadi masalah. Tapi kalau tidak terpenuhi, dan covid-19 ini berkepanjangan. Tentu akan jadi masalah besar kedepannya," jelasnya.

Selain hal tersebut, Prof Muradi juga mengomentari masalah kerawanan politisasi bansos jelang pilkada. Baginya, esensi penanganan masalah ini adalah pada pengawasan, dan pengawasan itu mestinya di masyarakat.

"Ekses negatif ini tak perlu terjadi kalau masyarakat mengawasi, dan sadar bahwa bansos ini bukan pemberian pejabat tapi memang hak masyarakat," jelasnya.

Soal program asimilasi, bagi Prof Muradi 90-96 persen berhasil, hanya 3 persen saja yang meleset. Itu pun terjadi kecil-kecil. Seperti maling motor, curi HP, dan kejahatan lainnya yang tidak memiliki daya ledak besar.

Lantas soal update data masyarakat miskin, Prof Muradi mengakui banyak pihak baru paham bahwa up-dating data dilakukan daerah dan ternyata ada orang sudah meninggal dunia masih dapat jatah.

"Tapi saya melihat hal positif, karena dengan adanya Covid-19 kita jadi bisa melakukan update data dengan baik. Orang yang tidak miskin mengaku miskin memang susah diverifikasi, tapi dengan adanya Covid-19 akhirnya kita bisa verifikasi," katanya.

Terkait pembagian sembako oleh aparat TNI/Polri, Prof Muradi menilai hal ini seharusnya insidental saja. Sifatnya hanya stimulan saja. Sebab dana TNI/Polri semestinya buat maintenance anggota biar kuat dan solid.

Prof Muradi sendiri menilai ada delapan (8) parameter buat ngukur efektifitas program penanganan Covid-19:

1. Sejauh mana terjadi perubahan pergerakan dan perpindahan orang. Salah satunya bisa diukur ketika mudik lebaran. Nanti bisa dibandingkan antara mudik 2019 dengan mudik 2020.

2. Konsentrasi massa. Misalnya di pasar, mall, pusat perbelanjaan, alun-alun. Apakah ada perubahan besar antara sebelum Covid-19 dengan saat Covid-19.

3. Sejauh mana perluasan sebaran Covid-19 di daerah-daerah juga bisa jadi parameter efektifitas penanganan Covid-19.

4. Sejauh mana pertambahan kasus positif Covid-19. Jika angkanya sudah diatas 50 ribu dan ada 10 persennya yang meninggal, maka itu darurat dan pemerintah bisa mengambil tindakan.

5. Masalah pelayanan kesehatan, sejauh mana ketersediaan sarana kesehatan juga bisa diukur.

6. Barometer mengukur efetifitas penanganan pandemi Covid-19 juga dilihat dari ada tidaknya kelangkaan sembako di pasar. Sejauh ini, semua masih aman.

7. Kebijakan PSBB di daerah juga bisa dilihat efektifitasnya dengan melihat kurva sebara Covid-19.

8. Bagaimana penegakan hukum dalam penerapan kebijakan penanggulangan Covid-19 juga bisa jadi ukuran. Sebab sejauh ini masih ada kegamangan dalam penerapan UU Karantina Wilayah.

KEYWORD :

Covid-19 UU Karantina Wilayah Prof Muradi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :