Ketua Forum Komunikasi Maritim Indonesia (Forkami) James Talakua bersama Presiden Joko Widodo.
JAKARTA, Jurnas.com - Forum Komunikasi Maritim Indonesia (Forkami) menyesalkan proses perizinan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) di Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan sangat lamban. Padahal TUKS-TUKS tersebut sudah selesai dibangun.
Ketua Forkami James Talakua mengatakan organisasinya telah menerima banyak pengaduan dari para pemilik TUKS di Indonesia yang perizinannya masih menggantung di Ditjen Perhubungan Laut.
“Mereka mengeluh karena dokumen dan persyaratan sebenarnya telah dipenuhi, tetapi izin operasi tak kunjung diberikan,” kata James Talakua di Jakarta, Rabu (28/7/2020).
Onana Bakal Pindah ke Rumah Lama Paul Pogba
Bahkan, kata James Talakua, sudah ada yang sampai tahunan mengurus perizinan persetujuan pengeloaan TUKS. Akibatnya, mereka harus menggunakan TUKS milik perusahaan orang lainnya.
“Keterlambatan Ditjen Perhubungan Laut dalam memberikan izin operasi TUKS menyebabkan biaya tinggi bagi industri,” katanya.
Selain soal TUKS, Forkami juga mendengar bagaimana sulitnya kapal berbendera Indonesia yang beroperasi di luar negeri selama masa Pandemi Covid-19. Hal ini terjadi setelah Ditjen Perhubungan Laut hanya menunjuk PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) sebagai satu-satunya yang diberi kewenangan untuk melakukan survey statutoria kapal berbendera Merah Putih yanh beroperasi di luar negeri.
BKI memiliki cabang yang sangat terbatas sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan kapal berbendera Indonesia yang beroperasi di luar negeri.
Chelsea Kembali Coret Sterling untuk Laga UECL
“Kapal-kapal berbendera Indonesia tersebut sudah menghasilkan devisa, tapi karena proses sertifikasi statutoria yang ruwet, kini mereka merana,” tuturnya.
Menurutnya, Ditjen Perhubungan Laut seharusnya mendukung beroperasinya kapal berbendera Indonesia di luar negeri dengan menyerahkan penerbitan sertifikat statutoria kapal kepada klasifikasi yang diakui keberadaannya oleh pemerintah, baik klasifikasi dalam negeri maupun luar negeri.
“Forkami sangat menyayangkan Ditjen Perhubungan Laut yang sangat lelet dalam menangkap pesan Presiden Joko Widodo soal efisiensi birokasi dan perizinan berusaha, khususnya di sektor perhubungan laut. Padahal, guna mempercepat pertumbuhan ekonomi, Presiden Jokowi tidak ingin ada proses birokrasi yang lamban dan berbelit-belit,” katanya.
James menuturkan, dalam website Kementerian Perhubungan, proses pengurusan persetujuan pengelolaan TUKS hanya membutuhkan waktu selama 19 hari kerja.
TUKS adalah fasilitas terminal yang dibangun dan dioperasikan hanya bersifat penunjang kegiatan pokok perusahaan seperti usaha pertambangan, usaha energi, kehutanan, pertanian, perikanan, industri, pariwisata, dok dan galangan kapal.
Syarat untuk memperoleh izin operasi TUKS mencakup 11 item antara lain data perusahaan yang meliputi akta perusahaan, nomor pokok wajib pajak, dan izin usaha pokok, studi kelayakan, hasil survei yang meliputi hidrooceanografi (Pasang surut, gelombang, kedalaman dan arus), topografi, titik nol (Benchmark) lokasi pelabuhan yang dinyatakan dalam koordinat geografis, gambar tata letak lokasi terminal untuk kepentingan sendiri dengan skala yang memadai, gambar konstruksi dermaga, dan koordinat geografis letak terminal untuk kepentingan sendiri hingga rekomendasi dari syahbandar pada pelabuhan setempat.
KEYWORD :TUKS Ditjen Perhubungan Laut Forkami