Jakarta - Media sosial (medsos) yang digandrungi masyarakat Indonesia lintas generasi ternyata memiliki sisi emergency sosial. Direktur Eksekutif Komunikonten Hariqo Satria Wibawa pun mewanti-wanti para pengguna medsos untuk waspada.
"Sudah banyak kasus pemerkosaan, penipuan, pornografi yang berawal dari medsos. Sebaiknya sebelum membuat medsos, kita baca dulu aturannya, jangan buru-buru centang agree saja,” ujar Hariqo dalam Diskusi Komunikonten bertajuk ‘Kewajiban Pajak dan Filter Konten Bagi Raksasa Digital, Serta Literasi Digital untuk Kepentingan Nasional Indonesia’ di Kantor Pusat Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Jakarta, Kamis (22/9).
Rentannya keamanan medsos juga diungkapkan Ketua Prodi Akademi Televisi Indonesia (ATVI) Agus Sudibyo. Ia mengingatkan, data privasi masyarkat yang aktif di medsos akan otomatis direkam oleh pemilik layanan, dalam hal ini perusahaan asing. Besar kemungkinan data privasi itu digunakan demi kepentingan bisnis.
“Itu artinya kita sudah menyediakan data mengenai kebiasaan sehari-hari atau behavioral data. Akhirnya data kita dijadikan basis pembuatan iklan,” ungkap Agus.
Lantas, apa yang harus dilakukan? Akhyar Hananto mendesak pemerintah lebih pro aktif menanamkan pendidikan literasi digital kepada masyarakat untuk mencegah kasus kejahatan yang lahir dari penggunaan medsos. Sebab, menolak keberadaan medsos bukanlah sebuah solusi dan sulit dilakukan di era modern.
“Kita perlu mencontoh Norwegia yang sudah memasukkan literasi digital dalam kurikulum pendidikan. Sehingga anak dapat memahami penggunaan sosial media sejak dini,” papar pendiri portal Good News From Indonesia (GNFI) tersebut.
Jurnas.com Komunikonten AJI Sosial Media GNFI ATVI