Jakarta - Dewan Pengawas Asosiasi Fintech Indonesia Dian Kurniadi mengaku tidak masalah dengan pengenaan pajak kepada pelaku industri perdagangan elektronik, asalkan ada regulasi yang jelas untuk mengatur kewajiban perpajakan tersebut.
Untuk sementara, sambil menunggu adanya peraturan perpajakan bagi perdagangan daring, ia mengusulkan bisnis "e-commerce" dikenakan pajak yang terkait sektor jasa, karena banyak unit bisnis "fintech" telah berbadan hukum.
"Tentunya di bisnis fintech, sebagian besar income-nya berasal dari jasa. Untuk itu, tentunya kita bisa mengikuti regulasi perpajakan yang berlaku bagi sektor jasa," kata CEO Jas Kapital Indonesia ini.
Sementara, Ketua Komisi VI Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia Ery Punta Hendraswara mengusulkan pemerintah bisa memberikan insentif berupa penundaan pajak kepada bisnis "startup" yang rata-rata baru muncul selama setahun terakhir.
Namun, kata dia, setelah unit bisnis ekonomi digital tersebut telah berkembang dan menghasilkan omzet minimal dalam dua tahun, pemerintah bisa mulai mengenakan pajak kepada pelaku usaha "fintech".
Pemerintah Perketat Pembukaan Rekening Baru
"Pemerintah bisa memberikan penundaan pajak, karena bisa saja selama dua tahun, bisnis ini belum ada profit. Perlu insentif maupun relaksasi seperti ini, atau berupa kemudahan lainnya, agar suatu saat menjadi comply dengan pajak," ujar Ery seperti dilansir Antara.
Sebelumnya, Bank Indonesia mencatat jumlah transaksi pembayaran daring di Indonesia sepanjang tahun 2016 telah mencapai 14,48 miliar dolar AS.
Menurut perkiraan, nilai transaksi ini terus bertambah, hingga pada 2020 mencapai 130 miliar dolar AS yang didominasi oleh "e-commerce", "market place" dan perusahaan "fintech" lainnya.
KEYWORD :Perusahaan Fintech pajak