Jum'at, 27/12/2024 02:07 WIB

Pekerja Tol Tolak Otomatisasi Gardu Tol

Pemerintah yang seharusnya menciptakan lapangan pekerjaan dan menjamin pekerjaan yang layak, justru menjadi eksekutor ter-PHK-nya puluhan ribuan pekerja tol.

Buruh pekerja tol long march tolak otomatisasi gardu tol./foto:jurnas

Jakarta - Pemerintah yang seharusnya menciptakan lapangan pekerjaan dan menjamin pekerjaan yang layak, justru menjadi eksekutor ter-PHK-nya puluhan ribuan pekerja tol. Dampak PHK massal tentunya juga akan dirasakan oleh keluarga pekerja. Dimana keberpihakan Pemerintah terhadap rakyatnya?

Demikian ucap Mirah Sumirat, Presiden Serikat Karyawan Jalantol Lingkarluar Jakarta (SKJLJ), pada Kamis (29/9) siang. Massa SKJLJ yang ikut bergabung bersama ratusan ribu buruh menggelar aksi unjuk rasa di beberapa lokasi, antara lain di Kementerian BUMN dan Istana Negara.

Aksi ribuan pekerja jalan tol itu, kata Mirah, dimaksudkan untuk menyampaikan aspirasi penolakan terhadap rencana Pemerintah yang akan melakukan otomatisasi gardu tol di seluruh Indonesia.
"Karena Pemerintah tidak merespon tuntutan ASPEK Indonesia dan Aliansi Pekerja Jalan Tol Seluruh Indonesia (APJATSI) untuk menghentikan rencana otomatisasi gardu tol, yang akan berdampak pada PHK puluhan ribu pekerja tol di seluruh Indonesia," jelas Mirah kepada para wartawan.

ASPEK Indonesia dan APJATSI menuntut Pemerintah, dalam hal ini Presiden, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Perhubungan dan Menteri BUMN, untuk menghentikan rencana otomatisasi gardu tol di seluruh Indonesia, yang berkedok efisiensi serta tidak melakukan PHK terhadap para pekerja di jalan tol.

Mirah mengingatkan kepada masyarakat untuk mewaspadai "pengambilan paksa" dana masyarakat berkedok otomatisasi gardu tol. Menurutnya pemilik dan pengguna kartu e-toll, tanpa sadar sesungguhnya telah "diambil paksa" uangnya oleh pihak pengelola jalan tol dan oleh bank yang menerbitkan kartu e-toll.

"Contohnya, apabila masyarakat membeli kartu e-toll seharga Rp.50.000,- sesungguhnya hanya mendapatkan saldo sebesar Rp.30.000,-. Kemana selisih uang yang Rp.20.000? Konsumsen "dipaksa" untuk merelakan kehilangan dananya, bahkan sebelum kartu e-toll digunakan untuk transaksi," tegas Mirah.

Tidak beroperasinya gardu tol manual yang dioperasikan oleh pekerja gardu tol, maka secara tidak langsung pengguna jalan dipaksa untuk membeli kartu e-toll. Di sisi lain dipaksa untuk merelakan kehilangan uangnya dengan dalih biaya administrasi kartu e-toll.

"Bayangkan, berapa triliun dana masyarakat yang akan diambil paksa dari sistem full GTO ini? Kondisi ini jelas-jelas membuat pengguna jalan tol sebagai konsumen diperlakukan tidak adil, bahkan bisa dikatakan "dicurangi" oleh sistem bisnis antara perusahaan pengelola jalan tol dengan perbankan yang menerbitkan kartu e-toll," kata perempuan yang juga pengurus pusat Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia ini.

Oleh karena itu, menurut Mirah, ketika perusahaan pengelola jalan tol hanya menyediakan gardu tol otomatis tanpa menyediakan gardu manual, pengguna jalan tol sebagai konsumen tidak diberikan pilihan dalam mendapatkan pelayanan tol.[]

KEYWORD :

jurnas pekerja tol tolak otomatisasi jalan tol mirah sumirat akis massa demonstrasi istana ne




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :