Tentara NATO di sebuah ladang opium di Afghanistan./foto:docnet
Wina - Lembaga PBB untuk Narkotika dan Kejahatan (UNODC) memastikan mengeluarkan laporan terbaru tentang meningkatnya produksi opium di Afghanistan. Peningkatan tersebut berkaitan dengan melemahnya pertahanan yang dibangun NATO.
Pemerintah Afghanistan yang telah dibantu oleh AS, melalui Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), hingga saat ini menunjukkan kelemahan. Menurunnya jumlah pasukan akibat tewas dalam peperangan, juga terjadinya aksi pembelotan tentara menjadi pemberontak, turut andil melemahnya pertahanan pemerintahan Kabul yang didukung AS.
Yury Fedotov, Direktur Pelaksana UNODC, saat berpidato di konferensi Internasional Afghanistan di Brussels, Rabu (5/10) mengatakan bahwa kurangnya langkah pengamanan menjadikan produksi opium di Afghanistan meningkat pesat. Pada laporannya tahun 2015, Fedotov menyentil adanya hubungan sangat dekat lemahnya keamanan itu dengan peningkatan produksi opium.
Raih Hidup Sehat Sampai Usia Lanjut
"Tentunya kita tak dapat membiarkan aksi komunitas internasional di Afghanistan melemah," ucap Fedotov dalam konferensi tersebut.
Oleh karena itu, beberapa negara anggota konferensi tersebut mengusulkan perlunya dana tambahan sebesar 15 miliar dollar selama empat tahun ke depan untuk meningkatkan keamanan di Afghanistan.
Laporan UNODC yang akan dirilis akhir bulan ini menjelaskan peningkatan jumlah tanaman opium di Afghanistan yang melebihi 200 ribu hektar. Jumlah tersebut, kata Fedotov, merupakan salah satu nilai yang tinggi sejak UNODC melakukan pengamatan pada tahun 1994.
"Tingkat produksi opium tampaknya juga meningkat, mengikuti tren yang sama," kata Fedotov seperti dilaporkan Reuter.
Sementara itu, ucap Fedotov, langkah pemusnahannya nyaris tak ada. Survai tahunan yang dilakukan UNODC pada tahun sebelumnya mengungkap, jumlah pemusnahan meningkat 40 persen pada 2015, atau sebanyak 3.760 hektar. Sedangkan wilayah penanaman terluas didapati pada tahun 2014 seluas 224 ribu hektar.[]
KEYWORD :afghanistan ladang opium heroin nato unodc pbb yuri fedotov brussels keamanan taliban kabu