Minggu, 24/11/2024 03:04 WIB

Ada Penyimpangan Duit Pospay Ratusan Miliar, Deklarator Serikat Pekerja Lapor Ke KPK

Dalam pelaporannya, Fadhol membawa bukti berupa dokumen resmi laporan hasil audit investigasi PT Posfin yang dilakukan PT Pos Indonesia bersama PT Quantum dengan nomor 546/SPI/LHAI./0820.

Logo KPK

Jakarta, Jurnas.com - Pendiri Serikat Pekerja PT Pos Indonesia Bermartabat (SPPIKB) melaporkan dugaan korupsi skema pembayaran dana operasional Pospay yang digarap anak perusahaan PT Pos Indonesia, PT Pos Finansial Indonesia (Posfin), ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Kami melaporkan dugaan penyelewengan dana Pospay yang dikelola Posfin. Alih-alih meningkatkan pendapatan serta
melebarkan kapasitas perusahaan BUMN, program Pospay jadi bancakan korupsi para petinggi korporasi," ujar Deklarator SPPIKB Fadhol Wahab di Gedung KPK, Jl. Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (12/11).

Dalam pelaporannya, Fadhol membawa bukti berupa dokumen resmi laporan hasil audit investigasi PT Posfin yang dilakukan PT Pos Indonesia bersama PT Quantum dengan nomor 546/SPI/LHAI./0820.

Jakarta, Jurnas.com - Pendiri Serikat Pekerja PT Pos Indonesia Bermartabat (SPPIKB) melaporkan dugaan korupsi skema pembayaran dana operasional Pospay yang digarap anak perusahaan PT Pos Indonesia, PT Pos Finansial Indonesia (Posfin), ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Kami melaporkan dugaan penyelewengan dana Pospay yang dikelola Posfin. Alih-alih meningkatkan pendapatan serta
melebarkan kapasitas perusahaan BUMN, program Pospay jadi bancakan korupsi para petinggi korporasi," ujar Deklarator SPPIKB Fadhol Wahab di Gedung KPK, Jl. Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (12/11).

Dalam pelaporannya, Fadhol membawa bukti berupa dokumen resmi laporan hasil audit investigasi PT Posfin yang dilakukan PT Pos Indonesia bersama PT Quantum dengan nomor 546/SPI/LHAI./0820.

Dari hasil audit itulah terlihat, ada sejumlah uang yang penggunaannya tidak jelas. "Setelah kami kalkulasi ada ratusan miliar yang penggunaannya tidak jelas. Ini berakibat kerugian pada PT Pos Indonesia," bebernya.

Pospay merupakan aplikasi yang melayani pembayaran secara daring. Aplikasi tersebut ikut menawarkan pengelolaan kemitraan melalui agen yang terbuka bagi masyarakat.

Nantinya mitra dapat membuka loket pembayaran online di seluruh wilayah Indonesia. Mulai dari membayar kebutuhan sehari-hari seperti pembayaran tagihan kartu kredit bank, cicilan motor, saluran televisi berbayar, tagihan listrik, sampai pembelian pulsa.

Pembayaran tagihan secara online itu melewati Posfin. Harusnya, uangnya bermuara ke Pos Indonesia untuk melunasi pembayaran kepada principle perusahaan yang terhubung.

"Tapi di sini modusnya, Posfin menahan uangnya, hingga Pos harus memberikan dana talangan buat melunasi kewajiban kepada perusahaan mitra tersebut," beber Fadhol lelaki yang pernah bekerja 22 tahun pada Pos Indonesia itu.

Uang deposit itu diputarkan Posfin secara samar dalam bisnis-bisnis perusahaan yang tak jelas atau proyek yang diduga fiktif.

Ada delapan proyek diduga terdapat penyimpangan pengelolaan keuangan PT Posfin hingga mengarah ke tindak pidana korupsi.

Salah satunya, proyek pengadaan Alat Soil Monitoring dan Peremajaan Lahan di Kementan senilai Rp 19 miliar. Posfin menunjuk sebuah perusahaan swasta PT Sans Mitra Indonesia (Sans) dan PT Oxela Surya Kencana (Oxela) menjadi vendor pengadaan barang.

Tapi salah satu perusahaan vendor itu, PT Sans, memberikan dua cek tunai bodong kepada Posfin sebagai jaminan pembayaran melalui cek tunai bank mandiri nomor H2398656 senilai Rp 10 miliar serta nomor cek tunai H2398566 Rp 57 miliar.

"Posfin sudah mengeluarkan
uang Rp 19 miliar tapi tak ada skema bisnis yang bikin untung perusahaan, malah vendor memberikan cek kosong," ungkapnya.

Selain itu, uang disamarkan lewat pembelian saham hingga untuk keperluan pribadi Dirut Posfin Soeharto, yang kini sudah meninggal.

Dalam hasil audit terungkap, ada Rp 3,1 miliar yang digunakan Soeharto untuk membayar hutang-piutang kepada rekan kerjanya ketika masih bekerja di PT Telkom bernama Joni Santoso. Dia juga terbukti mengirimkan uang kepada anak kandungnya bernama Miki senilai Rp 1 miliar.

Lalu sisanya, digunakan untuk membayar premi sertifikat jaminan pembayaran (PT Caraka Mulia-PT Berdikari Insurance) senilai Rp 2,8 Miliar, Pembiayaan Back To Back Mega Syariah (BMS) Rp 9,2 miliar, pembelian saham di PT Pelangi Indodata dan PT Lateria Guna Prestasi Rp 17 miliar, proyek Certification Authority (CA) Rp 6 Miliar serta pengadaan X-ray senilai Rp 1,8 miliar. Totalnya mencapai Rp 127 miliar.

"Modusnya dilakukan dengan pemalsuan dokumen, tanpa Feasebilty study (FS), tanpa sepengetahuan dewan komisaris, serta biasanya dilakukan dengan
perjanjian back date," ucap Fadhol.

Fadhol menyebut, selain Soeharto, eks Direktur Utama Pos Indonesia Gilarsih Wahyu Setijono juga dinilai bertanggung jawab atas dugaan penyimpangan itu.

"Terindikasi jelas, sebagai pimpinan perusahaan induk bertanggung jawab terhadap anak perusahaan. Beliau bersama kaki tangannya menyamarkan uang deposit Pospay yang dikelola Pos Indonesia. Beberapa nama sampai hari ini ada yang masih menjabat diposisi yang sama," tegasnya.

Posfin sendiri sebelumnya bernama PT Bhakti Wasantara Net (BWN). Baru berganti nama jadi Posfin pada 2017. Pemegang saham minoritasnya dikuasai pengusaha nasional serta mantan ketua umum partai Golkar Aburizal Bakrie bersama Bakrie Communications.

Dari hasil audit itulah terlihat, ada sejumlah uang yang penggunaannya tidak jelas. "Setelah kami kalkulasi ada ratusan miliar yang penggunaannya tidak jelas. Ini berakibat kerugian pada PT Pos Indonesia," bebernya.

Pospay merupakan aplikasi yang melayani pembayaran secara daring. Aplikasi tersebut ikut menawarkan pengelolaan kemitraan melalui agen yang terbuka bagi masyarakat.

Nantinya mitra dapat membuka loket pembayaran online di seluruh wilayah Indonesia. Mulai dari membayar kebutuhan sehari-hari seperti pembayaran tagihan kartu kredit bank, cicilan motor, saluran televisi berbayar, tagihan listrik, sampai pembelian pulsa.

Pembayaran tagihan secara online itu melewati Posfin. Harusnya, uangnya bermuara ke Pos Indonesia untuk melunasi pembayaran kepada principle perusahaan yang terhubung.

"Tapi di sini modusnya, Posfin menahan uangnya, hingga Pos harus memberikan dana talangan buat melunasi kewajiban kepada perusahaan mitra tersebut," beber Fadhol lelaki yang pernah bekerja 22 tahun pada Pos Indonesia itu.

Uang deposit itu diputarkan Posfin secara samar dalam bisnis-bisnis perusahaan yang tak jelas atau proyek yang diduga fiktif.

Ada delapan proyek diduga terdapat penyimpangan pengelolaan keuangan PT Posfin hingga mengarah ke tindak pidana korupsi.

Salah satunya, proyek pengadaan Alat Soil Monitoring dan Peremajaan Lahan di Kementan senilai Rp 19 miliar. Posfin menunjuk sebuah perusahaan swasta PT Sans Mitra Indonesia (Sans) dan PT Oxela Surya Kencana (Oxela) menjadi vendor pengadaan barang.

Tapi salah satu perusahaan vendor itu, PT Sans, memberikan dua cek tunai bodong kepada Posfin sebagai jaminan pembayaran melalui cek tunai bank mandiri nomor H2398656 senilai Rp 10 miliar serta nomor cek tunai H2398566 Rp 57 miliar.

"Posfin sudah mengeluarkan
uang Rp 19 miliar tapi tak ada skema bisnis yang bikin untung perusahaan, malah vendor memberikan cek kosong," ungkapnya.

Selain itu, uang disamarkan lewat pembelian saham hingga untuk keperluan pribadi Dirut Posfin Soeharto, yang kini sudah meninggal.

Dalam hasil audit terungkap, ada Rp 3,1 miliar yang digunakan Soeharto untuk membayar hutang-piutang kepada rekan kerjanya ketika masih bekerja di PT Telkom bernama Joni Santoso. Dia juga terbukti mengirimkan uang kepada anak kandungnya bernama Miki senilai Rp 1 miliar.

Lalu sisanya, digunakan untuk membayar premi sertifikat jaminan pembayaran (PT Caraka Mulia-PT Berdikari Insurance) senilai Rp 2,8 Miliar, Pembiayaan Back To Back Mega Syariah (BMS) Rp 9,2 miliar, pembelian saham di PT Pelangi Indodata dan PT Lateria Guna Prestasi Rp 17 miliar, proyek Certification Authority (CA) Rp 6 Miliar serta pengadaan X-ray senilai Rp 1,8 miliar. Totalnya mencapai Rp 127 miliar.

"Modusnya dilakukan dengan pemalsuan dokumen, tanpa Feasebilty study (FS), tanpa sepengetahuan dewan komisaris, serta biasanya dilakukan dengan
perjanjian back date," ucap Fadhol.

Fadhol menyebut, selain Soeharto, eks Direktur Utama Pos Indonesia Gilarsih Wahyu Setijono juga dinilai bertanggung jawab atas dugaan penyimpangan itu.

"Terindikasi jelas, sebagai pimpinan perusahaan induk bertanggung jawab terhadap anak perusahaan. Beliau bersama kaki tangannya menyamarkan uang deposit Pospay yang dikelola Pos Indonesia. Beberapa nama sampai hari ini ada yang masih menjabat diposisi yang sama," tegasnya.

Posfin sendiri sebelumnya bernama PT Bhakti Wasantara Net (BWN). Baru berganti nama jadi Posfin pada 2017. Pemegang saham minoritasnya dikuasai pengusaha nasional serta mantan ketua umum partai Golkar Aburizal Bakrie bersama Bakrie Communications.

Jakarta, Jurnas.com - Pendiri Serikat Pekerja PT Pos Indonesia Bermartabat (SPPIKB) melaporkan dugaan korupsi skema pembayaran dana operasional Pospay yang digarap anak perusahaan PT Pos Indonesia, PT Pos Finansial Indonesia (Posfin), ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Kami melaporkan dugaan penyelewengan dana Pospay yang dikelola Posfin. Alih-alih meningkatkan pendapatan serta
melebarkan kapasitas perusahaan BUMN, program Pospay jadi bancakan korupsi para petinggi korporasi," ujar Deklarator SPPIKB Fadhol Wahab di Gedung KPK, Jl. Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (12/11).

Dalam pelaporannya, Fadhol membawa bukti berupa dokumen resmi laporan hasil audit investigasi PT Posfin yang dilakukan PT Pos Indonesia bersama PT Quantum dengan nomor 546/SPI/LHAI./0820.

Dari hasil audit itulah terlihat, ada sejumlah uang yang penggunaannya tidak jelas. "Setelah kami kalkulasi ada ratusan miliar yang penggunaannya tidak jelas. Ini berakibat kerugian pada PT Pos Indonesia," bebernya.

Pospay merupakan aplikasi yang melayani pembayaran secara daring. Aplikasi tersebut ikut menawarkan pengelolaan kemitraan melalui agen yang terbuka bagi masyarakat.

Nantinya mitra dapat membuka loket pembayaran online di seluruh wilayah Indonesia. Mulai dari membayar kebutuhan sehari-hari seperti pembayaran tagihan kartu kredit bank, cicilan motor, saluran televisi berbayar, tagihan listrik, sampai pembelian pulsa.

Pembayaran tagihan secara online itu melewati Posfin. Harusnya, uangnya bermuara ke Pos Indonesia untuk melunasi pembayaran kepada principle perusahaan yang terhubung.


"Tapi di sini modusnya, Posfin menahan uangnya, hingga Pos harus memberikan dana talangan buat melunasi kewajiban kepada perusahaan mitra tersebut," beber Fadhol lelaki yang pernah bekerja 22 tahun pada Pos Indonesia itu.

Uang deposit itu diputarkan Posfin secara samar dalam bisnis-bisnis perusahaan yang tak jelas atau proyek yang diduga fiktif.

Ada delapan proyek diduga terdapat penyimpangan pengelolaan keuangan PT Posfin hingga mengarah ke tindak pidana korupsi.

Salah satunya, proyek pengadaan Alat Soil Monitoring dan Peremajaan Lahan di Kementan senilai Rp 19 miliar. Posfin menunjuk sebuah perusahaan swasta PT Sans Mitra Indonesia (Sans) dan PT Oxela Surya Kencana (Oxela) menjadi vendor pengadaan barang.

Tapi salah satu perusahaan vendor itu, PT Sans, memberikan dua cek tunai bodong kepada Posfin sebagai jaminan pembayaran melalui cek tunai bank mandiri nomor H2398656 senilai Rp 10 miliar serta nomor cek tunai H2398566 Rp 57 miliar.

"Posfin sudah mengeluarkan
uang Rp 19 miliar tapi tak ada skema bisnis yang bikin untung perusahaan, malah vendor memberikan cek kosong," ungkapnya.

Selain itu, uang disamarkan lewat pembelian saham hingga untuk keperluan pribadi Dirut Posfin Soeharto, yang kini sudah meninggal.

Dalam hasil audit terungkap, ada Rp 3,1 miliar yang digunakan Soeharto untuk membayar hutang-piutang kepada rekan kerjanya ketika masih bekerja di PT Telkom bernama Joni Santoso. Dia juga terbukti mengirimkan uang kepada anak kandungnya bernama Miki senilai Rp 1 miliar.

Lalu sisanya, digunakan untuk membayar premi sertifikat jaminan pembayaran (PT Caraka Mulia-PT Berdikari Insurance) senilai Rp 2,8 Miliar, Pembiayaan Back To Back Mega Syariah (BMS) Rp 9,2 miliar, pembelian saham di PT Pelangi Indodata dan PT Lateria Guna Prestasi Rp 17 miliar, proyek Certification Authority (CA) Rp 6 Miliar serta pengadaan X-ray senilai Rp 1,8 miliar. Totalnya mencapai Rp 127 miliar.

"Modusnya dilakukan dengan pemalsuan dokumen, tanpa Feasebilty study (FS), tanpa sepengetahuan dewan komisaris, serta biasanya dilakukan dengan
perjanjian back date," ucap Fadhol.

Fadhol menyebut, selain Soeharto, eks Direktur Utama Pos Indonesia Gilarsih Wahyu Setijono juga dinilai bertanggung jawab atas dugaan penyimpangan itu.

"Terindikasi jelas, sebagai pimpinan perusahaan induk bertanggung jawab terhadap anak perusahaan. Beliau bersama kaki tangannya menyamarkan uang deposit Pospay yang dikelola Pos Indonesia. Beberapa nama sampai hari ini ada yang masih menjabat diposisi yang sama," tegasnya.

Posfin sendiri sebelumnya bernama PT Bhakti Wasantara Net (BWN). Baru berganti nama jadi Posfin pada 2017. Pemegang saham minoritasnya dikuasai pengusaha nasional serta mantan ketua umum partai Golkar Aburizal Bakrie bersama Bakrie Communications.

Jakarta, Jurnas.com - Pendiri Serikat Pekerja PT Pos Indonesia Bermartabat (SPPIKB) melaporkan dugaan korupsi skema pembayaran dana operasional Pospay yang digarap anak perusahaan PT Pos Indonesia, PT Pos Finansial Indonesia (Posfin), ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Kami melaporkan dugaan penyelewengan dana Pospay yang dikelola Posfin. Alih-alih meningkatkan pendapatan serta
melebarkan kapasitas perusahaan BUMN, program Pospay jadi bancakan korupsi para petinggi korporasi," ujar Deklarator SPPIKB Fadhol Wahab di Gedung KPK, Jl. Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (12/11).

Dalam pelaporannya, Fadhol membawa bukti berupa dokumen resmi laporan hasil audit investigasi PT Posfin yang dilakukan PT Pos Indonesia bersama PT Quantum dengan nomor 546/SPI/LHAI./0820.

Dari hasil audit itulah terlihat, ada sejumlah uang yang penggunaannya tidak jelas. "Setelah kami kalkulasi ada ratusan miliar yang penggunaannya tidak jelas. Ini berakibat kerugian pada PT Pos Indonesia," bebernya.

Pospay merupakan aplikasi yang melayani pembayaran secara daring. Aplikasi tersebut ikut menawarkan pengelolaan kemitraan melalui agen yang terbuka bagi masyarakat.

Nantinya mitra dapat membuka loket pembayaran online di seluruh wilayah Indonesia. Mulai dari membayar kebutuhan sehari-hari seperti pembayaran tagihan kartu kredit bank, cicilan motor, saluran televisi berbayar, tagihan listrik, sampai pembelian pulsa.

Pembayaran tagihan secara online itu melewati Posfin. Harusnya, uangnya bermuara ke Pos Indonesia untuk melunasi pembayaran kepada principle perusahaan yang terhubung.

"Tapi di sini modusnya, Posfin menahan uangnya, hingga Pos harus memberikan dana talangan buat melunasi kewajiban kepada perusahaan mitra tersebut," beber Fadhol lelaki yang pernah bekerja 22 tahun pada Pos Indonesia itu.

Uang deposit itu diputarkan Posfin secara samar dalam bisnis-bisnis perusahaan yang tak jelas atau proyek yang diduga fiktif.

Ada delapan proyek diduga terdapat penyimpangan pengelolaan keuangan PT Posfin hingga mengarah ke tindak pidana korupsi.

Salah satunya, proyek pengadaan Alat Soil Monitoring dan Peremajaan Lahan di Kementan senilai Rp 19 miliar. Posfin menunjuk sebuah perusahaan swasta PT Sans Mitra Indonesia (Sans) dan PT Oxela Surya Kencana (Oxela) menjadi vendor pengadaan barang.

Tapi salah satu perusahaan vendor itu, PT Sans, memberikan dua cek tunai bodong kepada Posfin sebagai jaminan pembayaran melalui cek tunai bank mandiri nomor H2398656 senilai Rp 10 miliar serta nomor cek tunai H2398566 Rp 57 miliar.

"Posfin sudah mengeluarkan
uang Rp 19 miliar tapi tak ada skema bisnis yang bikin untung perusahaan, malah vendor memberikan cek kosong," ungkapnya.

Selain itu, uang disamarkan lewat pembelian saham hingga untuk keperluan pribadi Dirut Posfin Soeharto, yang kini sudah meninggal.

Dalam hasil audit terungkap, ada Rp 3,1 miliar yang digunakan Soeharto untuk membayar hutang-piutang kepada rekan kerjanya ketika masih bekerja di PT Telkom bernama Joni Santoso. Dia juga terbukti mengirimkan uang kepada anak kandungnya bernama Miki senilai Rp 1 miliar.

Lalu sisanya, digunakan untuk membayar premi sertifikat jaminan pembayaran (PT Caraka Mulia-PT Berdikari Insurance) senilai Rp 2,8 Miliar, Pembiayaan Back To Back Mega Syariah (BMS) Rp 9,2 miliar, pembelian saham di PT Pelangi Indodata dan PT Lateria Guna Prestasi Rp 17 miliar, proyek Certification Authority (CA) Rp 6 Miliar serta pengadaan X-ray senilai Rp 1,8 miliar. Totalnya mencapai Rp 127 miliar.

"Modusnya dilakukan dengan pemalsuan dokumen, tanpa Feasebilty study (FS), tanpa sepengetahuan dewan komisaris, serta biasanya dilakukan dengan
perjanjian back date," ucap Fadhol.

Fadhol menyebut, selain Soeharto, eks Direktur Utama Pos Indonesia Gilarsih Wahyu Setijono juga dinilai bertanggung jawab atas dugaan penyimpangan itu.

"Terindikasi jelas, sebagai pimpinan perusahaan induk bertanggung jawab terhadap anak perusahaan. Beliau bersama kaki tangannya menyamarkan uang deposit Pospay yang dikelola Pos Indonesia. Beberapa nama sampai hari ini ada yang masih menjabat diposisi yang sama," tegasnya.

Posfin sendiri sebelumnya bernama PT Bhakti Wasantara Net (BWN). Baru berganti nama jadi Posfin pada 2017. Pemegang saham minoritasnya dikuasai pengusaha nasional serta mantan ketua umum partai Golkar Aburizal Bakrie bersama Bakrie Communications.

KEYWORD :

KPK PT Pos Indonesia




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :