Jum'at, 22/11/2024 18:59 WIB

Kinerja Ekspor Industri Mebel dan Kerajinan Membaik di Akhir 2020

Pandemi virus corona (COVID-19) telah memporak-porandakan sektor industri mebel dan kerajinan nasional.

Industri mebel dan kerajinan. (Foto:Ist)

Jakarta, Jurnas.com - Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), mengatakan, pandemi virus corona (COVID-19) telah memporak-porandakan sektor industri mebel dan kerajinan nasional.

Demikian kata Ketua Presidium HIMKI, Abdul Sobur dalam keterangnya diterima Jurnas.com di Jakarta, Rabu (30/12).

Menurut Sobur, imbas pandemi tersebut target pertumbuhan ekspor mebel dan kerajinan nasional yang dipatok HIMKI di atas 12-16 persen pada akhir tahun 2020 tidak tercapai.

"Kita patut bersyukur, pertumbuhan itu masih ada meskipun masih dalam masa pandemi. Misalnya, laju kinerja permintaan produk mebel dan kerajinan untuk ekspor terlihat semakin membaik pada kuartal akhir tahun ini yang disebabkan perang dagang Amerika Serikat (AS)-China," ujar Sobur.

Sobur mejelaskan, peningkatan permintaan sudah sejak September 2020 terutama dari Negara Paman Sam sebagai korelasi dari perang dagang disamping Covid-19 yang masih berjalan.

"Sekarang produk mebel Tiongkok lebih sulit masuk ke AS. Di sinilah ada ruang yang dapat kita ambil. Artinya ada kesempatan baik karena permintaan dari AS terus meningkat dibanding negara lain. Jadi tren pada kuartal IV/2020 ini mengalami pertumbuhan," ujarnya.

Kendati demikian, lanjut Sobur, kinerja penjualan tahun ini tidak akan lebih tinggi dari tahun lalu atau kondisi normal sebelum COVID-19 menyerang. Tetapi, kondisi tersebut akan kembali normal setelah vaksinasi di tahun depan.

HIMKI sendiri menargetkan nilai ekspor furnitur ke Negeri Paman Sam bisa naik 71,4 persen hingga 114,28 persen menjadi US$1,2 miliar atau US$1,5 miliar pada 2025.

Tahun lalu, ekspor furnitur ke AS tercatat US$700 juta atau dengan berkontribusi sekitar 38,8 persen dari total nilai ekspor furnitur nasional.

Sobur juga berharap dengan disahkannya UU Omnibus Law (Cipta Kerja), pemerintah dapat memberikan kesempatan yang lebih besar lagi pada produk local untuk dapat bersaing dengan produk impor.

Menurut catatan HIMKI nilai produk impor saat ini sudah mendekati Rp10 triliun, dan apabila senilai tersebut bisa dinikmati produsen dalam negeri tentu akan lebih baik.

"Untuk meningkatkan penjualan produk lokal di pasar dalam negeri, jalan terbaik adalah menerapkan SNI dan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) secara ketat dan konsisten, dengan begitu kita tidak perlu untuk menerapkan larangan impor," jelas Sobur.

Dari sisi bahan baku, lanjut Sobur, TKDN industri mebel dan kerajinan saat ini sudah mencapai 85 persen mengingat sebagian besar bahan baku sudah tersedia di dalam negeri seperti kayu, rotan, dan sejenisnya.

"Situasi ini cukup menguntungkan bagi industri mebel dan kerajinan karena ketika industri lain mengalami hambatan produksi akibat sulit untuk mendapatkan bahan baku, namun sebaliknya  industri mebel dan kerajinan relatif masih dapat lebih berjalan," ujarnya.

Sobur juga berharap Presiden Joko Widodo menghapus kebijakan kontraproduktif yang menghambat pertumbuhan industri mebel dan kerajinan nasional agar industri ini dapat terus berkembang dan memiliki daya saing yang tinggi di era pasar bebas.

Kebijakan yang menghambat tersebut di antaranya seperti masih adanya kewajiban SVLK untuk industri hilir, yang semestinya bersifat sukarela.

KEYWORD :

industri mebel pandemi COVID-19 kerajinan nasional Abdul Sobur




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :