| Sabtu, 22/10/2016 08:51 WIB
Jakarta - Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Fahmi Idris melontarkan ancaman sanksi administratif kepada warga negara Indonesia yang tidak ikut BPJS.
Sanksi itu bukan hanya soal pelayanan kesehatan, juga tidak akan dipenuhinya sejumlah pelayanan publik seperti pembuatan e-KTP, pembuatan SIM atau pelayanan publik lainnya.
Pernyataan Fahmi ini langsung dikritik Direktur Eksekutif
Emrus Corner,
Emrus Sihombing. Ia menyebut cara berpikir dan mengambil kebijakan
Fahmi Idris sebagai Dirut
BPJS akan memicu kebingungan rakyat, terutama para peserta maupun calon peserta
BPJS.
"Ini bisa menimbulkan kebingungan publik, soal e-KTP, SIM dan sebagainya dibuat mengancam," kata
Emrus kepada Jurnas.com, Sabtu (21/10).
Emrus juga menyebut logika berpikir
Fahmi Idris terbalik, bahkan kontra logika. Sebab warga negara yang memiliki bukti identitas tertulis seperti KTP atau e-KTP baru bisa peserta
BPJS.
"Jangan dibalik, kepesertaan
BPJS dulu baru boleh memiliki e-KTP," katanya.
Oleh karena itu ia menyarankan agar Dirut
BPJS mengundang masyarakat untuk melakukan diskusi (dialog) publik atau paling tidak memberi penjelasan lanjutan yang dapat diterima oleh akal sehat dalam waktu dekat.
"Paling tidak dalam satu dua hari ke depan, agar tidak menimbulkan persepsi kurang baik yang bisa mengganggu penyelenggaraan
BPJS di negara kita," ujar
Emrus.
Emrus melanjutkan, dari sudut pola komunikasi yang dilakukan, ada sebagian oknum pejabat publik kita acap kali yang merasa dirinya lebih tahu, lebih benar dan lebih pintar daripada publik atau konsumennya.
"Perilaku komunikasi semacam ini sangat tidak produktif dalam membangun pelayanan prima dan kebersamaan dengan publik sebagai pelanggan dan calon pelanggan potensial," katanya.
Tidak heran lontaran pesan yang disampaikan lebih bernuansa menakut-nakuti atau bahkan bisa jadi lebih mengedepankan kemasan pesan ancaman daripada pesan persuasif-empati.
"Ciri pejabat semacam ini, memposisikan dirinya lebih superior daripada publiknya atau orang lain. Seharusnya lebih bijak dan banyak mendengar (berempati) daripada banyak bicara (menggurui). Jadilah pemimpin yang melayani, bukan dilayani," tuntas
Emrus.
KEYWORD :
Fahmi Idris Emrus BPJS