Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron
Jakarta, Jurnas.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang menjerat Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim dalam kasus dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) jika ditemukan bukti permulaan yang cukup.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron mengatakan, penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI dengan tersangka Sjamsul dan Itjih tak serta merta menutup ruang mengusut kasus yang terkait BLBI.
Menurut Ghufron, penghentian penyidikan kasus terhadap Sjamsul dan Itjih lantaran perbuatan korupsi yang dianggap bersama-sama dengan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT).
Kasus itu dihentikan sebagai konsekuensi atas putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) melepaskan Syafruddin dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging).
Dengan demikian, KPK tetap membuka untuk mengusut jika ditemukan adanya dugaan tindak pidana yang dilakukan Sjamsul, Itjih atau pihak lain yang terkait BLBI sepanjang tidak berkaitan dengan putusan yang dijatuhkan MA terhadap Syafruddin.
"(SP3) Ini adalah memutus bahwa untuk yang perkara bersama SAT (Syafruddin Arsyad Temenggung) itu sudah dihentikan tetapi untuk perbuatan lain seandainya kita menemukan selain ada misrepresentasi ternyata ada penggelembungan, mark up, atau penaikan nilai aset-aset yang terpisah dari perbuatan SAT itu masih perbuatan yang terbuka bisa dilakukan proses hukum," kata Ghufron dalam keterangannya, Senin (12/4).
Maka dari itu, KPK membuka diri terhadap setiap masukan atau informasi dari masyarakat mengenai dugaan tindak pidana korupsi. KPK bakal mendalami setiap informasi tersebut.
"Kalau ternyata baik KPK ataupun pihak atau publik bisa memberikan kontribusi baru bahwa ternyata ada perbuatan lain selain yang dinyatakan dan sudah diputus oleh Kasasi maka sesungguhnya ini masih terbuka asalkan konstruksinya adalah perbuatan tunggal tidak berkaitan lagi dengan SAT atau perbuatan lain yang di luar dari yang sudah diputuskan oleh Kasasi. Itu yang perlu dikoridori," kata Ghufron.
"Artinya kita tidak kemudian terbatas dengan azas nebis in idem (orang tidak boleh dituntut sekali lagi karena perbuatan atau peristiwa yang baginya telah diputuskan oleh hakim) karena perbuatannya terpisah. Tetapi kalau perbuatannya yang bersama-bersama dengan SAT kita harus hormat dan taat pada putusan Kasasi," tambah Ghufron.
Dalam kesempatan itu, Ghfuron kembali menjelaskan alasan pihaknya menerbitkan SP3 terhadap Sjamsul dan Itjih. Dikatakan, keputusan itu tidak terlepas dari putusan Kasasi MA terhadap Syafruddin yang didakwa bersama-sama Sjamsul dan Itjih.
Dalam putusannya, kata Ghufron, MA menyatakan, Syafruddin terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut KPK. Namun, perbuatan itu bukan tindak pidana.
Selain itu, putusan MA menyebut tidak adanya kerugian keuangan negara dalam perspektif tindak pidana. Kalau pun ada kerugian negara harus dianggap kerugian tersebut merupakan kerugian dalam perspektif pasal 1365 Burgerlijk Wetboek (BW) atau KUHPerdata.
Pasal itu menyebutkan setiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.
"Sehingga apakah mungkin dilakukan upaya hukum lain untuk mengembalikan atau memulihkan kerugian negara tersebut, dalam perspektif pidana sekali lagi itu sudah tidak ada," katanya.
Untuk itu, kata Ghufron pemulihan kerugian keuangan negara dapat dilakukan dalam perspektif keperdataan. Dengan demikian, pihak yang dapat menggugat secara keperdataan adalah Kejaksaan Agung
"Tapi pelaksanaannya dari Jaksa negara yaitu teman-teman dari Kejaksaan Agung RI," katanya.
KEYWORD :KPK Sjamsul Nursalim Itjih Nursalim BLBI Syafruddin Arsyad Temenggung Tersangka Korupsi