Puntung rokok (Foto: Townnews)
Jakarta, Jurnas.com - Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito pada pertengahan April lalu menegaskan, tren kasus pasien positif Covid-19 harian mengalami penurunan. Kini penambahan kasus positif harian berkisar 4 ribuan, turun dari sebelumnya yang berkisar 6-8 ribuan kasus.
Wiku mencontohkan pada pekan ini bahkan terjadi penurunan kasus baru sebesar 14,2 persen dan penurunan sebesar 17,6 persen pada penambahan kasus kematian. Namun ia mengingatkan agar pemerintah dan masyarakat tak lengah dan harus tetap menjaga kewaspadaannya terhadap potensi penularan covid-19.
Beberapa waktu lalu Wiku juga mengingatkan semua orang berpotensi tertular, karena covid-19 tidak mengenal tua, muda, kaya, atau miskin. Bahkan para ahli menyebut perokok juga lebih rentan terinfeksi virus covid-19.
Cantumkan Tanggal Perpisahannya dengan Ben Affleck, Jennifer Lopez Sendirian dan Patah Hati
Ketua Umum Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI), dr Agus Dwi Susanto, Sp.P(K), FAPSR, FISR, menjelaskan seorang perokok berpeluang terpapar infeksi virus Corona COVID-19 hampir 2-5 kali lebih tinggi dibandingkan bukan perokok.
"Sebuah penelitian dari Chinese Medical Journal yang mengatakan bahwa angka kematian adalah 14 kali lebih tinggi pada perokok dibandingkan pada individu normal," ujarnya.
Ben Affleck dan Jennifer Garner Antar Putrinya Kuliah sebelum Jennifer Lopez Gugat Cerai
Sementara itu, Ketua Forum Jogja Sehat Tanpa Tembakau (JSTT), Prof Dra RA Yayi Suryo Prabandari, mengatakan perokok berisiko lebih tinggi terpapar covid-19 karena persentuhan jari pada mulut saat merokok berpeluang memicu transmisi virus SARS-CoV-2.
"Konsumsi rokok menjadi sebab penularan dan penyebaran terbesar Covid-19 karena merokok membuat tangan akan lebih sering bersentuhan dengan bibir, dan salah satu penularan covid-19 terjadi dengan perpindahan virus dari tangan ke mulut," tuturnya.
Mengacu data dari RS Persahabatan per 15 September 2020, dari 400 pasien covid-19 laki-laki, sebanyak 62 persen diantaranya merupakan perokok. Anak-anak dengan sistem imun rendah pun rentan tertular. Jika di awal pandemi, diperkirakan anak-anak tidak terinfeksi virus corona, namun fakta menunjukkan bahwa anak-anak rentan terinfeksi virus covid-19, sama seperti orang dewasa.
Hanya saja, kata Andrew Pollard, profesor infeksi dan imunitas anak di Universitas Oxford, Inggris, anak-anak yang terinfeksi mengalami gejala yang jauh lebih ringan.
"Bahkan anak-anak tidak saja rentan tertular covid, tetapi juga menjadi kelompok paling rentan terpapar asap rokok serta iklan dan promosi rokok di media sosial, karena selama Pandemi mereka lebih banyak berada di rumah," kata Andrew.
Menurut data Perki (2018) sebelum Pandemi saja ada sebanyak 40 juta anak di bawah 5 tahun merupakan perokok pasif. Apalagi di saat pandemi terjadi, potensi anak terpapar rokok akan sangat tinggi. Pihak yang paling banyak memberikan sumbangsih paparan asap rokok terhadap anak di rumah adalah orang tua dari anak itu sendiri. Tidak sedikit orang tua Indonesia merokok di dekat anaknya, bahkan yang berusia balita.
Tidak hanya terpapar asap rokok, sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang mengharuskan anak belajar daring juga berpontensi meningkatkan perokok anak karena anak tanpa pengawasan guru dan orang tua.
Di satu sisi anak-anak berhadapan dengan regulasi yang lemah. PP 109 tidak mampu melindungi anak karena terbukti prevalensi perokok anak terus naik. Iklan, promosi dan sponsor rokok masih massif, rokok masih mudah diakses anak karena dijual batangan dan sangat murah.
Ketua Lentera Anak, Lisda Sundari, mengatakan bahwa perlindungan anak dari zat adiktif produk tembakau harus diintervensi oleh regulasi yang kuat sebagai komponen penting dalam mengubah perilaku.
Revisi PP 109, kata Lisda, akan menjadi regulasi terpenting untuk mencapai target penurunan prevalensi perokok anak sesuai mandat dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020– 2024.
Menurut Lisda, proses revisi PP 109/2012 seharusnya dilakukan pada 2018 lalu atau sesuai Keppres No. 9/2018. Tapi faktanya, penyelesaian revisi PP 109/2012 yang menjadi tanggung jawab Kemenkes RI justru terkesan melambat.
"Tertundanya proses revisi PP 109/2012 selama lebih dari dua tahun menjadikan para pegiat pengendalian tembakau yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Peduli Kesehatan (KOMPAK) kecewa," kata Lisda.
Itu sebabnya, KOMPAK, yang diwakili Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI); Lisda Sundari, Ketua Yayasan Lentera Anak (YLA); Shoim Sahriyati, S.T, Ketua Yayasan Kepedulian Untuk Anak Surakarta (Yayasan Kakak); OK. Syahputra Harianda, Ketua Badan Pengurus Yayasan Pusaka Indonesia; Arist Merdeka Sirait, Ketua Komnas Perlindungan Anak melayangkan Surat Peringatan Somasi kesatu kepada Kemenkes RI pada 12 November 2020 yang isinya mendesak Kemenkes RI melakukan tugasnya menyelesaikan revisi PP109/2012.
Lisda menambahkan, somasi kesatu, yang kemudian disusul dengan somasi kedua, ternyata tidak juga mendapat tanggapan dari Kemenkes. Karena itulah KOMPAK akhirnya melaporkan Menkes dr. Terawan Agus Putranto kepada Ombudsman Republik Indonesia pada 3 Desember 2020.
Melalui kuasa hukumnya, Solidaritas Advokat Publik untuk Pengendalian Tembakau (SAPTA) Indonesia, mereka mendaftarkan laporan yang intinya menyebutkan bahwa Menkes dr. Terawan diduga telah melakukan maladministrasi terkait revisi PP No. 109/2012, sehingga KOMPAK mengharapkan Ombudsman RI dapat membantu melakukan investigasi secara mendalam tentang dugaan maladminstrasi Kementerian Kesehatan RI cq Menteri Kesehatan RI terkait proses Revisi PP109/2012 tersebut.
"Namun, belum selesai proses penanganan dugaan maladminstrasi Kementerian Kesehatan RI cq Menteri Kesehatan di Ombudsman, pada akhir Desember lalu Presiden Jokowi melakukan pergantian beberapa menteri Kabinet Indonesia Maju, salah satunya Menkes dr. Terawan yang digantikan Budi Gunadi Sadikin," tuturnya.
Menurut Lisda, sejatinya revisi PP 109 harus segera diselesaikan untuk melindungi anak dalam situasi darurat rokok. Regulasi yang kuat, katanya, akan mencegah peningkatan prevalensi perokok, khususnya perokok anak, sehingga akan mendukung penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi.
“Semua pihak harus berupaya septimal mungkin agar anak sebagai kelompok rentan mendapatkan perlindungan selama Pandemi Covid-19. Sebab anak-anak adalah calon pemimpin bangsa di masa depan. Mereka pula yang akan menikmati bonus demografi di saat Indonesia diprediksi mengalami bonus demografi pada 2030,” pungkas Lisda.
KEYWORD :Bahaya Rokok Lentera Anak Regulasi Kuat