Jakarta - Pidato mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait rencana aksi besar ormas Islam di Jakarta pada 4 November 2016, dianggap sebagai hak politik yang dimiliki setiap warga negara Indonesia. Dia juga menuding kerja intelijen jangan ngawur dan main tuduh.
"Unjuk rasa adalah bagian demokrasi selama sepuluh tahun saya menjadi presiden. Saya buktikan, selama sepuluh tahun, ada unjuk rasa, pemerintahan tidak jatuh, ekonomi tetap tumbuh, saya masih bisa bekerja," ujar SBY di Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Rabu (2/10).Pidato yang disiarkan langsung televisi swasta ini, SBY meminta tidak dikaitkan dengan rencana politiknya memenangkan pasangan kepala daerah DKI Jakarta Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni. "Kapasitas saya dalam menyampaikan ini adalah sebagai pimpinan Partai Demokrat," tuturnya.Baca juga :
Usai Pidato, SBY Dibully Netizen
Dalam pidato itu, SBY mengaitkan kerja aparat intelijen dalam menganalisis demonstrasi menentang Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Kata SBY, intelijen tidak melemparkan tudingan tak berdasar pada kelompok tertentu. "Berbahaya jika ada intelijen failure dan error. Aparat intelijen harus bekerja secara akurat. Jangan berkembang menjadi intelijen yang ngawur dan main tuduh," katanya.
Usai Pidato, SBY Dibully Netizen
Baca juga :
SBY Kecam Intelijen Tuding Demo Didanai Parpol
SBY Kecam Intelijen Tuding Demo Didanai Parpol
Pidato SBY