Minggu, 24/11/2024 08:02 WIB

Indonesia Darurat Perokok Anak, Revisi PP 109/2012 Harus Dipercepat

Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas) menyebut jumlah perokok anak usia 10-18 tahun terus meningkat dari 7,2% pada 2013 menjadi 9,1% atau sekitar 3,2 juta (Riskesdas 2018).

Illustrasi rokok (foto: lifestyle)

Jakarta, Jurnas.com - Jumlah perokok anak di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal itu pun membuat pemerintah diminta semakin tegas meredam peningkatan jumlah perokok anak dengan aturan-aturan yang sudah ada.

Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas) menyebut jumlah perokok anak usia 10-18 tahun terus meningkat dari 7,2% pada 2013 menjadi 9,1% atau sekitar 3,2 juta (Riskesdas 2018).

Padahal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014-2019 menargetkan perokok anak harusnya turun menjadi 5,4% pada 2019.

Salah satu upaya dinilai tepat untuk meredam peningkatan perokok anak adalah dengan mempercepat revisi Peraturan Pemerintah (PP )109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.

"Segera lakukan revisi pp 109 dengan berbagai aspek terutama bagaimana melarang iklan promosi dan sponsor rokok agar anak anak dapat dilindungi maksimal," ujar Ketua Yayasan Ruandu Padang, Muharman kepada Jurnas.com.

Muharman mengatakan, salah satu sandungan dalam upaya perlindungan anak dari zat adiktif rokok adalah masifnya iklan rokok. Paslanya, kata dia, iklan mempengaruhi perspektif anak soal produk rokok.

"Hasil penelitian membuktikan itu, rokok di asosiasikan sebagai barang biasa oleh iklan," ujar Pria yang disapa Uda Imo.

Menurut Muharman, jika melihat esensi perlindungan anak adalah bagaimana seluruh pihak mengerahkan seluruh daya dan upaya untuk menciptakan situasi dimana anak anak terlindungi dari seluruh aspek, termasuk rokok.

"Jadi kegagalan revisi PP 109 menurut saya juga kegagalan melindungi anak dari situasi yang membahayakan kehidupan anak," tegasnya.

Sementara itu di tempat terpisah, Lisda Sundari, Ketua Lentera Anak, sepakat bahwa PP 109/2012 yang mengatur peredaran zat adiktif produk tembakau adalah peraturan tertinggi yang menjadi cantolan dari regulasi pengendalian zat adiktif produk tembakau di Indonesia.

"Sehingga sudah selayaknya PP 109/2012 dibuat sekuat mungkin dan harus segera direvisi agar tidak semakin banyak anak yang menjadi korban zat adiktif produk tembakau," tegasnya.

Lisda menambahkan, saat ini saja disaat Pemerintah belum bisa membendung peningkatan perokok anak kita sudah menghadapi tantangan produk baru e-cigarette dan sejenisnya yg masif menarget pasar Indonesia.

"Bila PP 109/2012 tidak segera direvisi maka bisa jadi betul yang dikatakan bahwa Indonesia surganya industri rokok, negara akan terpuruk dan anak-anak sebagai masa depan bangsa tersabotase dengan penyakit2 akibat zat adiktif ini," tambah Lisda.

Terkait sejumlah pihak menganggap revisi PP 109/2012 akan berdampak negatif pada petani tembakau, Muharman menilai itu nyatanya tidak sepenuhnya benar. Pasalnya, kata dia, selama ini petani tembakau tetap dirugikan oleh perusahaan rokok.

"Dalam salah satu penelitian tentang petani tembakau ternyata faktanya tetap saja petani tembakau belum menikmati hasil karena industri lebih memilih menggunakan tembakau import daripada produk lokal," ujarnya.

"Lalu di lapangan tata niaga hasil tembakau tidak bisa di kuasai oleh petani, tetapi dikuasai oleh pedagang besar yg berhubungan dengan industri."

Untuk itu, Muharman meminta masyarakat harus mulai aware dan menempatkan rokok dalam jajaran produk berbahaya layaknya narkoba dan miras untuk menyelamatkan generasi bangsa.

KEYWORD :

Perokok Anak Bahaya Rokok Lisda Sundari PP 109/2012




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :