Jum'at, 14/03/2025 04:10 WIB

Praktik Korupsi Lembaga Asing Perlu Diatur

UU Tipikor hanya mengatur empat poin yaitu penyogokan kepada PNS dan staf pengadilan, penggelapan di sektor publik, memperjualbelikan pengaruh/kekuasaan, dan penyalahgunaan kekuasaan.

Undang-Undang Tipikor

Yogyakarta - Pemerintah diminta mengatur sanksi dan hukuman bagi praktik korupsi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga asing dan lembaga swasta yang ada di Indonesia.

"Hingga saat ini UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) belum mengatur sanksi dan hukuman bagi praktik korupsi yang dilakukan oleh lembaga asing dan lembaga swasta yang ada di Indonesia," kata Kepala Laboratorium Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada (UGM) Rimawan Pradipto di Yogyakarta, Minggu.

Menurut dia, lembaga tersebut adalah lembaga internasional di Indonesia, swasta nasional, swasta internasional di Indonesia, dan organisasi non-profit.

Padahal, sesuai isi konvensi internasional antikorupsi yang diterbitkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), ada delapan poin terkait perilaku korupsi yang harus diatur. Pertama, penyogokan kepada PNS, pegawai negeri asing, dan di sektor swasta. Kedua, penggelapan di sektor publik dan swasta.

Ketiga, memperjualbelikan pengaruh/kekuasaan. Keempat, penyalahgunaan kekuasaan. Kelima, memperkaya diri sendiri dan atau orang lain (ellicit enrichment).

Keenam, pencucian hasil korupsi. Ketujuh, penyembunyian hasil korupsi. Kedelapan, mempengaruhi proses pengadilan.

Sementara itu, lanjut Rimawan, UU Tipikor hanya mengatur empat poin yaitu penyogokan kepada PNS dan staf pengadilan, penggelapan di sektor publik, memperjualbelikan pengaruh/kekuasaan, dan penyalahgunaan kekuasaan.

"Padahal potensi korupsi pun kemungkinan terjadi pada empat lembaga tersebut. Namun UU Tipikor hanya mengenal korupsi di sektor publik, sementara di sektor swasta dan lembaga asing tidak dikenal," katanya. Ant

 

KEYWORD :

UU Tipikor Rimawan Korupsi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :