Marlen Sitompul | Kamis, 10/11/2016 13:51 WIB
Jakarta - Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR diharapkan tidak menjadi alat pembunuh bagi setiap anggota dewan yang dianggap sebagai lawan politik.
Ketua DPR Ade Komaruddin (Akom) meminta, agar mahkamah pengadilan etika para anggota dewan itu bekerja sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.
"Jadi biarkan
MKD tahu tugasnyalah. Sesuai dengan aturan-aturan internal
MKD. Saya tidak mau
MKD jadi alat bunuh membunuh lawan politik," kata Akom, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (10/11).
Hal itu menanggapi laporan Koalisi Penegak Citra DPR yang terdiri dari beberapa lembaga masyarakat sipil terhadap empat orang anggota DPR ke
MKD DPR.
Keempat Anggota DPR yang dilaporkan adalah, Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Trimedya Panjaitan, Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Junimart Girsang, Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat Ruhut Sitompul, dan Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP Charles Honoris.
Akom enggan menanggapi lebih jauh terkait laporan tersebut. Ia menyerahkan, proses hukum kepada
MKD. "Untuk apapun biarkan
MKD yang putuskan," tegas politikus Partai Golkar itu.
Sebelumnya, Direktur Indonesia Parliamentary Center (IPC), Ahmad Hanafi mengatakan, dugaan pelanggaran kode etik ini adalah ketika keempat anggota DPR itu hadir mendampingi Calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok saat pemeriksaan dugaan tindak pidana penistaan agama di Bareskrim Polri, Senin (7/11).
"Sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana, maka proses penyelidikan adalah tindakan pro justicia yang dilakukan oleh kepolisian. Oleh sebab itu, yang boleh mendampingi seorang terperiksa dalam proses penyelidikan tentu saja adalah seorang pengacara yang menerima kuasa dari terperiksa," kata Hanafi, usai melapor ke
MKD DPR, Gedung DPR, Jakarta, Rabu (9/11).
KEYWORD :
Mahkamah Kehormatan Dewan MKD Ketua DPR Ade Komaruddin